Lalu apa yang akhirnya membuat mantan wali kota Bandung mengeluarkan Surat Edaran Nomor 561/75/Yanbangsos tentang Pelaksanaan Upah Minimum Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun 2020?
Beberapa waktu sebelum disahkannya upah minimum kabupaten/kota (UMK) Tahun 2020, tepatnya pada 14 November lalu, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Dewan Pimpinan Provinsi Jawa Barat mengeluarkan surat mengenai pedoman pembahasan dan penetapan rekomendasi nilai UMK 2020.
Pada 15 Oktober sebelumnya, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) yang menerbitkan Surat Edaran dengan nomor BM/308/HI.01.00/X/2019 kepada seluruh Gubernur di seluruh Indonesia perihal penyampaian tingkat inflasi nasional dan pertumbuhan produk domestik bruto.
Mengacu pada hal tersebut, surat edaran dari Kemnaker menegaskan bahwa gubernur hanya wajib menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP), dan dapat atau tidak wajib menetapkan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK).
Dalam surat tersebut tertulis bahwa Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat juga telah mengeluarkan surat edaran kepada Dinas Tenaga Kerja Kabupaten/Kota perihal Penyampaian Upah Minimum.
Berkaitan dengan dua surat edaran tersebut, Apindo menyampaikan kepada Kabupaten/Kota yang akan membahas dan menetapkan rekomendasi nilai UMK untuk tetap mengacu kepada penggunaan rumus pada Pasal 44 Ayat (1) dan Ayat (2) PP No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
"Bagi Kabupaten/Kota yang nilai UMK Tahun 2019 lebih besar daripada nilai UMP Jawa Barat Tahun 2020, diusahakan agar tidak membahas dan tidak menetapkan rekomendasi nilai UMK Tahun 2020," tulis Apindo dalam surat tersebut.
Seolah seperti gayung yang bersambut, Gubernur Jabar Ridwal Kamil menyetujui upah minimum kabupaten/kota (UMK) Tahun 2020 Jawa Barat melalui surat edaran pada 21 November lalu tanpa menetapkan rokemendasi UMK 2020.
Besaran UMK 2020 di Jabar memang disetujui secara keseluruhan naik 8,51% disesuaikan dengan PP No 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Hal ini sesuai dengan rekomendasi bupati/wali kota di 27 daerah kepada Gubernur Jabar Ridwan Kamil.
Kenaikan upah minimum kabupaten/kota (UMK) Tahun 2020 ini membuat UMK Kabupaten Karawang masih yang tertinggi yakni Rp 4.594.325 dan yang terkecil Kota Banjar Rp 1.831.885. Sedangkan rata-rata UMK di kabupaten/kota Jabar menjadi berkisar Rp 2.963.497.
Namun, tak seperti biasanya, Ridwan Kamil menyetujui kenaikan UMK hanya dengan surat edaran, tanpa ketetapan gubernur, sehingga dikecam oleh para buruh. Buruh menuding, surat edaran membuat pengusaha tak ada kewajiban mematuhi kenaikan UMK 2020.
Ridwan Kamil beralasan surat edaran dan surat penetapan secara prinsip sama saja, dengan hanya surat edaran, memang ada peluang negosiasi antara pengusaha dan buruh.
Ia hanya ingin ada keadilan, terutama bagi industri padat karya. Ia mengakui di Jabar sudah banyak pabrik tutup dan sebagian lagi pindah, karena upah yang tinggi.
"Di Jawa Barat kan banyak pabrik sudah tutup, sebagian pindah. Nah ini untuk menjaga padat karya, garmen, dan lain-lain supaya tidak terkena ancaman PHK," ungkap Emil.
"Jadi menurut saya adil, kepada yang mampu mengikuti rekomendasi Walikota Bupati, kepada yang tidak mampu diberi ruang negosiasi. Nah bentuknya surat edaran. Secara hukum itu yang paling adil buat mereka yang terancam PHK dan adil pada mereka yang sesuai dengan rekomendasi," lanjutnya.
Sikap Ridwan Kamil yang menyetujui UMK 2020 tanpa penetapan gubernur, tapi hanya mengeluarkan surat edaran UMK, ditanggapi miring oleh buruh yang menilai Ridwan Kamil adalah gubernur rasa Pengusaha. "Ada apa di balik semua ini?" tanya Presiden KSPI Said Iqbal.
Foto: Asosiasi Pengusaha Indonesia (ist)
|
from CNBC Indonesia https://ift.tt/2Oh1qqt
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment