Saturday, November 23, 2019

Xi Jinping Angkat Bicara Ujung dari Perang Dagang AS-China

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden China Xi Jinping akhirnya buka suara soal perang dagang dengan Amerika Serikat (AS). Dilansir dari AFP, Xi Jinping berkata dirinya sebenarnya ingin menghindari perang dagang. Namun di sisi lain, China akan melawan jika dibutuhkan.

"Kita ingin bekerja dalam pembicaraan perdamaian fase pertama (ini) dengan dasar saling menghormati dan persamaan," katanya saat berbicara dalam sebuah forum di Beijing, China, Jumat (22/11) lalu.

"Namun ketika dibutuhkan kita akan melawan balik meski kita tengah bekerja secara aktif untuk menghindari perang dagang. Kita tidak memulai perang dagang ini dan ini bukan-lah hal yang kita inginkan," tambahnya.


Akhir perang damai antara AS dan China masih menjadi pertanyaan hingga kini. Sebab setelah dipenuhi optimisme karena pertemuan kedua negara di Oktober, situasi kembali kelam antara kedua penguasa ekonomi dunia pada pekan ini.

Hadirnya sejumlah masalah yang masih menjadi kerikil antara kedua negara membuat perjanjian damai berjalan dengan alot. Salah satunya adalah ketika China menginginkan AS menghilangkan semua tarif dagang, hingga tudingan spionase teknologi dan pembelian produk pertanian AS.

Masalah tersebut belum ditambah dengan serangan terbuka dari Donald Trump soal kecurangan China dan ancaman menaikkan tarif jika tak setuju dengan kemauan negara Paman Sam tersebut.

Situasi makin memanas dengan diloloskannya UU Hak Asasi Manusia (HAM) dan Demokrasi Hong Kong oleh Senat dan DPR AS. Jika Trump menandatangani UU tersebut, pembicaraan damai antara China dan AS akan berada di ujung tanduk.

Jika UU ini disahkan, perwakilan AS akan melakukan tinjauan tahunan terhadap otonomi Hong Kong, dan dapat menjatuhkan sanksi terhadap pejabat yang bertanggung jawab atas pelanggaran HAM di Hong Kong.

Sebelumnya, Beijing dikabarkan mengundang AS untuk berkunjung ke China. Namun menurut media The Wall Street Journal, perwakilan dagang negeri Paman Sam itu menunjukkan keengganan untuk hadir.

Perang dagang antara AS dan China sudah terjadi sekitar 18 bulan. Keduanya saling balas menaikkan tarif impor untuk barang-barang masing-masing. Selama itu pula maju mundurnya hubungan Beijing dan Washington mempengaruhi pasar keuangan global tidak stabil. Perang dagang ini tentu membuat ekonomi dunia melambat.

Dana Moneter Internasional (IMF) menyebutkan perlambatan terjadi hampir di 90% kawasan di dunia. IMF pun memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global di 2019 menjadi 3% di Oktober lalu, dari sebelumnya 3,3% di April dan 3,5% di Januari.

Setidaknya ada 2 hal yang menjadi sumber kebuntuan pembicaraan dagang antara AS dan China. Pertama, soal pembatalan semua tarif yang diberlakukan AS untuk semua barang China. Sedangkan yang kedua, Beijing dikabarkan menolak upaya Washington untuk mengekang perkembangan teknologi negeri tirai bambu. Sebelumnya, AS menyerang perusahaan teknologi China dengan narasi, upaya spionase ke AS.

"Perang dagang dimulai dengan penambahan tarif dan harus diakhiri dengan pembatalan tarif-tarif ini. Jika kedua belah pihak mencapai kata sepakat pada perjanjian fase satu, tingkat pengembalian tarif sepenuhnya akan mencerminkan kesepakatan fase pertama," kata Juru Bicara Kementerian Perdagangan China Gao Feng. (hoi/hoi)



from CNBC Indonesia https://ift.tt/2Oe1C9J
via IFTTT
Share:

0 Comments:

Post a Comment