Pada pukul 20:06 WIB, euro diperdagangkan di level US$ 1,1094, menguat 0,20% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Euro pada hari ini mampu menguat meski hubungan AS dengan China sedang memanas, dan perundingan dagang kedua negara bisa berujung kepada kegagalan.
Reuters melaporkan penandatanganan kesepakatan dagang tahap satu antara AS dan China dapat mundur hingga tahun 2020 lantaran China berusaha untuk mendapatkan penghapusan bea masuk yang lebih agresif dari AS.
Di sisi lain, dari pihak China menyatakan banyak orang menyakini kesepakatan dalam waktu dekat, tetapi Pemerintah Beijing juga sudah siap dengan skenario perang dagang berkepanjangan.
"Beberapa orang China percaya bahwa China dan AS dapat mencapai kesepakatan segera. China menginginkan kesepakatan tetapi siap untuk skenario terburuk, perang dagang yang berkepanjangan" kata Hu Xijin, editor tabloid China Global Times yang terafiliasi dengan pemerintah, melalui Twitter, Rabu.
Sebelumnya di pada hari Selasa, Presiden AS Donald Trump mengatakan jika China tidak menandatangani kesepakatan dagang, maka bea masuk akan dinaikkan lagi. "Jika kita tidak membuat kesepakatan dengan China, saya akan menaikkan bea masuk, bahkan lebih tinggi lagi," kata Trump sebagaimana dilansir CNBC International.
Sampai saat ini, Trump masih berencana akan menaikkan bea masuk lagi pada tanggal 15 Desember nanti. Jika tidak ada penandatanganan kesepakatan hingga tanggal itu, maka AS akan menaikkan bea masuk produk China senilai US$ 156 miliar.
Jika hal tersebut terjadi, tentunya perang dagang AS-China akan kembali memanas dan berdampak buruk bagi perekonomian global, termasuk Eropa. Perekonomian Benua Biru sudah terpukul akibat perang dagang AS-China yang telah berlangsung selama 16 bulan.
Jerman, negara yang berorientasi ekspor serta motor penggerak ekonomi Benua Biru mengalami pelambatan ekonomi yang signifikan. Namun, untungnya masih mampu terhindar dari resesi.
Badan Statistik Jerman (Destatis) Kamis pekan lalu melaporkan produk domestik bruto (PDB) tumbuh 0,1% quarter-on-quarter (QoQ) di kuartal III-2019. Pada kuartal II-2019, PDB Jerman mengalami kontraksi 0,1%, sehingga terhindar dari resesi di periode Juli-September.
Dengan terhindarnya Jerman dari resesi, muncul optimisme akan bangkitnya perekonomian Benua Biru. Apalagi dengan gelontoran stimulus moneter dari European Central Bank (ECB). Optimisme membaiknya perekonomian Eropa terlihat dari kucuran modal yang masuk ke bursa saham Eropa dalam dua pekan terakhir.
Berdasarkan data EPFR, dalam dua pekan terakhir hingga Jumat lalu, investor menyuntikkan modalnya (inflow) ke pasar saham Eropa senilai US$ 3 miliar, sekaligus menghentikan outflow dalam 85 pekan sebelumnya, sebagaimana dilansir CNBC International.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
from CNBC Indonesia https://ift.tt/2rdwjTo
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment