Saturday, November 23, 2019

Alasan Bank RI Ramai-Ramai Ganti Mesin ATM Canggih

Jakarta, CNBC Indonesia - Digitalisasi dan gerakan cashless membuat perbankan mengurangi ketergantungan untuk membuka kantor cabang untuk menjangkau nasabahnya. Di sisi lain, memang sudah banyak nasabah yang lebih senang melakukan transaksi perbankan melalui anjungan tunai mandiri (ATM).

Hal ini tentu sejalan dengan apa yang dicita-citakan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), di mana untuk mendorong stabilitas sektor keuangan lebih baik dilakukan melalui digitalisasi layanan dan masyarakat tidak perlu lagi datang ke kantor cabang.

Untuk mengantisipasi hal ini, berbagai bank di Indonesia mulai memperbanyak anjungan tunai mandiri (ATM) yang lebih canggih. Alasannya karena penyediaan ATM jauh lebih murah, sebab tidak perlu menyewa atau membeli gedung kantor. Selain itu, ATM tidak membutuhkan banyak karyawan untuk mengoperasikannya.

Salah satu bank yang getol menambah ATM adalah PT Bank Central Asia Tbk (BBCA). Bank swasta dengan aset terbesar ini memiliki ATM non tunai sebanyak 600 unit, ATM tarik tunai sebanyak 9.477 unit dan ATS atau ATM Tarik Setor atau cash recycling machines (CRM) sebanyak 6.888 unit.

"Total BCA punya mesin per 18 November 2019 sebanyak 16.965 mesin," kata Direktur Utama BCA Jahja Setiaatmadja kepada CNBC Indonesia, Selasa (19/11).

Menurut Jahja mesin ATM BCA akan terus bertambah hingga sekitar 700 mesin di lokasi baru pada 2020 mendatang. Bank Mandiri, BNI dan BRI juga getol menambahkan mesin ATM canggih. Hingga September 2019 Bank Mandiri memiliki 18.291 mesin ATM. BNI memiliki 18.570 mesin ATM. BRI memiliki 20.846 mesin ATM dan 3.209 CRM.

Lalu untuk mengantisipasi gerakan cashless, SVP Transaction Banking Retail Sales Bank Mandiri Thomas Wahyudi mengatakan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) melakukan inovasi dalam ranah fintech.

"Pastinya kalau tak berubah kita ketinggalan. Fintech kan agresif. Kalau nggak ikut, kita ketinggalan.Kita berkompetisi dengan mereka, kita kolaborasi, apa yang bisa di leverage, itu OK saja," ujar Thomas.

Thomas juga menyebut adanya disruption in digital era ini membuat transaksi uang elektronik naik secara signifikan sebesar 94,7% dari tahun 2014. Selain itu, bermunculan perusahaan baru di bidang fintech memberikan pengalaman baru bertransaksi kepada masyarakat yang menjadi tantangan tersendiri bagi perbankan segment retail untuk melakukan inovasi. (hoi/hoi)



from CNBC Indonesia https://ift.tt/35rUaxt
via IFTTT
Share:

0 Comments:

Post a Comment