Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama PT PLN (Persero) Sripeni Inten Cahyani mengatakan bahwa beberapa kendala yang dihadapi dalam membangun pembangkit Megaproyek 35.000 Megawatt salah satunya adalah pembebasan lahan.
Ditambah adanya perubahan asumsi ekonomi makro terkait dengan adanya pelemahan ekonomi, yang mengakibatka berubahnya asumsi pertumbuhan pembangunan listrik.
"Growth perkembangan listrik 7%, yang kami alami hanya 4,12%. Program ini tapi terus berjalan. Kecepatan dari pembangkit ini relatif lebih ter-isolated, tapi transmisi ini sangat panjang," ujar Sripeni saat melakukan rapat kerja dengan Komisi VII DPR, Senin (25/11/2019).
Kendati demikian, Sripeni mengaku telah menemukan solusnya terkait pembebahasan lahan. Di mana PLN melakukan kontrak kerja sama kerja atau MoU dengan Kementerian Kementerian Agraria dan Tata Ruang Republik Indonesia (ATR) atau BPN.
"Di mana para Kanwil dari BPN ini yang akan melakukan penyelesaian lahaan. Ini sumber yang cukup panjang, kami juga belum tahu apakah ini bisa efektif atau tidak. Tapi akan kami lakukan terobosan ini," tuturnya.
Selain itu, lanjut Sripeni adalah kurangnya sumber daya manusia (SDM) pada kontraktor-kontraktor yang mengerjakan megaproyek 35.000 MW tersebut.
Seringkali, kata Sripeni menceritakan, bahwa ketika melakukan perjanjian kerja di atas kertas, kontraktor menyanggupi untuk mengerjakan. Tapi kenyataan di lapangan, tidak seperti yang dijanjikan.
"Jadi kadang-kadang di atas kertas kontraktor menyanggupi kemampuan tenaga kerja. Tapi di lapangan terseok-seok dan kemudian berguguran. Selain itu juga kadang kurangnya keuangan dari kontraktor. Ini bagi PLN juga menjadi masukan," kata dia.
"Mudah-mudahan ini bisa mendorong Kemanker untuk bisa memberikan pelatihan untuk bisa menambah kemampuan para kontraktor itu sendiri," ujarnya.
(gus/gus)
from CNBC Indonesia https://ift.tt/2XLOsnA
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment