Ketua Kelompok Berkah Samudra, Mustain mengatakan penangkapan rajungan membuat ekosistem rusak. Ia mencoba merubah para nelayan untuk membudidayakan rajungan.
"Awalnya karena rajungan di sini banyak jadi nelayan berlomba-lomba untuk menangkapnya, karena nangkapnya itu pakai alat yang bisa merusak terumbu karang. Akibatnya saat terumbu karang rusak jumlah rajungan yang ditangkap juga menurun," ujar Mustain.
"Saya mencoba mengajak para nelayan untuk membuat penangkaran rajungan, selain itu juga menanam kembali terumbu karang untuk mengembalikan ekosistem yang rusak," tambahnya.
Budidaya rajungan ini sudah dimulai sejak tahun 2016. Dari hasil penangkaran rajungan nantinya 75% dilepas ke lautan, 25% dijual atau dikonsumsi.
Rajungan yang dipanen dijual ke pengempul atau pengunjung Pulau Panjang seharga Rp 75 ribu per/kg. Untuk saat ini penjualan rajungan masih belum di ekspor masih sekitar Jepara saja.
Selain budidaya rajungan Kelompok Berkah Samudra juga mengolah daging rajungan menjadi petis rajungan dan keripik rajungan. Diharapkan dengan olahan tersebut bisa membantu perekonomian warga sekitar.
Untuk harga olahan petis rajungan untuk ukuran 150ml dijual sekitar Rp 20 ribu per botol sedangkan 135ml seharga Rp 50 ribu. Untuk olahan kerupuk dijual Rp 12,500 ukuran 250gram.
"Harga petis rajungan itu yang ukuran 150ml dijual Rp 20 ribu perbotol, ini lebih murah dibandingkan dengan ukuran 135ml dijual Rp 50 ribu perbotol. Botol besar dijual lebih murah untuk promosi," ujar Mustain.
Dari hasil budidaya rajungan para nelayan mendapatkan pendapatan sekitar Rp 4.7 juta perbulan. Penghasilan yang didapatkan para nelayan di atas rata-rata UMR di Jepara yaitu Rp 1,8 Juta perbulan.
Dengan adanya budidaya rajungan di Pulau Panjang ini harapannya di tahun 2020 Pulau Panjang akan menjadi kawasan eco edu wisata.
Foto: Budidaya Rajungan di Pulau Panjang (CNBC Indonesia/Peti)
|
from CNBC Indonesia https://ift.tt/37vjhBi
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment