"Ini menunjukkan energi untuk sebagian masyarakat Indonesia masih belum terjangkau. Makanya belum tersedia dan terjangkau, kita sudah ngomongin sustainability energy, padahal masih banyak yang diperhatikan sebelum meloncat terlalu jauh," kata Budi kepada wartawan, Rabu (27/11/2019).
Dia menekankan perlunya Pertamina untuk memperhatikan ketersediaan dan keterjangkauan energi, terutama untuk masyarakat di daerah terpencil.
"Saya minta ke teman-teman di bidang energi ada isu di luar sustainability yang perlu diperhatikan. Isu sustainability memang penting, tapi ada isu yang untuk negara yang sudah kaya. Jangan lupa masih orang miskin," katanya.
Selain itu, penting juga untuk mencari sumber energi alternatif yang lebih lokal. Sehingga tidak hanya mengandalkan energi fosil yang selama ini menjadi tumpuan utama. Budi menilai perlu ada perubahan energi sistem dari sisi produksi dan distribusi.
Hingga Oktober lalu subsidi energi baru mencapai Rp 98,5 triliun atau 61,6% dari pagu sebesar Rp 160 triliun. Belanja subsidi energi mengalami penurunan 16% YoY.
Subsidi energi terdiri dari subsidi BBM sebesar Rp 58 triliun atau 57,7% dari pagu. Sementara, subsidi listrik sebesar Rp 40,5 triliun atau 68,3% dari pagu.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, belanja subsidi lebih lambat dari tahun lalu akibat harga minyak mentah Indonesia (ICP) yang lebih rendah dari asumsi sepanjang tahun ini.
Sementara, realisasi pembayaran kurang bayar subsidi BBM dan LPG tahun ini sebesar Rp 10 triliun, lebih rendah dari tahun lalu yang sebesar Rp 17,6 triliun.
"Subsidi energi yang tumbuh negatif paling tidak meng-offset penerimaan dari sektor energi yang juga menurun. Jadi subsidi energi yang kontraksi menjadi salah satu penyeimbang dari sisi belanja," tutur Sri Mulyani.
(sef/sef)
from CNBC Indonesia https://ift.tt/2QSwBK7
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment