Thursday, November 21, 2019

Walau AS-China Bawa Optimisme, IHSG Masih Melemah

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali perdagangan terakhir di pekan ini, Jumat (22/11/2019), di zona merah.

Pada pembukaan perdagangan, IHSG melemah 0,03% ke level 6.115,79. Per akhir sesi satu, koreksi IHSG sudah bertambah dalam menjadi 0,34% ke level 6.096,72.

Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam menekan kinerja IHSG di antaranya: PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (-1,39%), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (-0,5%), PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk/TKIM (-4,73%), PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk/CPIN (-1,45%), dan PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk/MIKA (-4%).


Kinerja IHSG berbanding terbalik dengan seluruh mayoritas saham utama kawasan Asia yang justru sedang ditransaksikan di zona hijau. Hingga berita ini diturunkan, indeks Nikkei naik 0,35%, indeks Hang Seng menguat 0,26%, indeks Straits Times terapresiasi 0,52%, dan indeks Kospi bertambah 0,09%.

Pemberitaan yang positif seputar negosiasi dagang AS-China menjadi faktor yang memantik aksi beli di bursa saham Benua Kuning. Wall Street Journal melaporkan bahwa dalam pembicaraan via sambungan telepon pada pekan lalu, Wakil Perdana Menteri China Liu He mengundang Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin dan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer ke Beijing guna membicarakan kesepakatan dagang tahap satu lebih lanjut, seperti dilansir dari CNBC International.

Hingga kini, memang belum jelas apakah kedua negosiator dari AS tersebut telah menerima undangan dari Liu atau belum. Namun, Wall Street Journal melaporkan bahwa pejabat pemerintahan AS memiliki keinginan untuk bertemu dengan delegasi dari Beijing.

Pemberitaan tersebut lantas membuat pelaku pasar berbunga-bunga. Sebelumnya, prospek terkait kesepakatan dagang tahap satu antara AS dan China sempat diragukan.

Reuters melaporkan bahwa penandatanganan kesepakatan dagang tahap satu antara AS dan China dapat mundur hingga tahun 2020 lantaran China berusaha untuk mendapatkan penghapusan bea masuk yang lebih agresif dari AS. Pemberitaan dari Reuters tersebut mengutip pakar-pakar di bidang perdagangan dan orang-orang yang dekat dengan pemerintahan Presiden AS Donald Trump.

Sebelumnya lagi, CNBC International melaporkan bahwa pejabat pemerintahan China kini pesimistis terkait prospek kesepakatan dagang tahap satu.

Penyebabnya, China dibuat kesal dengan pernyataan Presiden AS Donald Trump bahwa AS belum menyepakati penghapusan bea masuk tambahan yang sebelumnya dibebankan terhadap produk impor asal China. Padahal, pihak China menganggap bahwa mereka telah mencapai kesepakatan terkait dengan hal tersebut dengan AS.

Sejauh ini, bea masuk tambahan yang dikenakan oleh masing-masing negara terbukti sudah menghantam perekonomiannya masing-masing. Belum lama ini, pembacaan awal untuk angka pertumbuhan ekonomi AS periode kuartal III-2019 diumumkan di level 1,9% (QoQ annualized), jauh melambat dibandingkan pertumbuhan pada periode yang sama tahun lalu (kuartal III-2018) yang mencapai 3,4%.

Beralih ke China, belum lama ini Beijing mengumumkan bahwa perekonomiannya hanya tumbuh di level 6% secara tahunan pada kuartal III-2019, lebih rendah dari konsensus yang sebesar 6,1%, seperti dilansir dari Trading Economics. Pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2019 juga lebih rendah dibandingkan capaian pada kuartal II-2019 yang sebesar 6,2%.

Jika kesepakatan dagang tahap satu berhasil diteken, perputaran roda perekonomian AS dan China, berikut dengan perputaran roda perekonomian dunia, akan menjadi lebih kencang.



from CNBC Indonesia https://ift.tt/2QJN6YX
via IFTTT
Share:

0 Comments:

Post a Comment