
Merujuk data Refinitiv, menguatnya harga surat berharga negara (SBN) itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield). Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder.
Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka. Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0063 bertenor 5 tahun, FR0064 bertenor 10 tahun, FR0065 bertenor 15 tahun, dan FR0075 bertenor 30 tahun.
Seri yang paling menguat adalah FR0078 dengan penurunan yield 2,1 basis poin (bps) menjadi 7,29%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, saat ini investor asing menggenggam Rp 1.010,57 triliun atau 38,39% SBN rupiah dari total beredar Rp 2.632 triliun. Angkanya mencerminkan aliran dana masuk Rp 117,32 triliun sejak akhir 2018 dan Rp 0,97 triliun sejak akhir Agustus.
Dari Eropa, pasar surat berharga pemerintah terkoreksi menjelang rapat Bank Central Eropa (ECB), yang dapat menentukan kebijakan moneternya termasuk pemberian stimulus jika diperlukan.
Sebagian besar ekonom yang disurvei Reuters menunjukkan ekspektasi penurunan suku bunga sebesar 10 bps dan sebagian kecil lain memprediksi pemangkasan sebesar 20 bps. Selain itu, 90% pelaku pasar yang disurvei memprediksi ECB akan menggelontorkan quantitative easing (QE) dengan membeli aset senilai 30 miliar euro setiap bulan mulai Oktober.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/irv)
from CNBC Indonesia https://ift.tt/2UKcjTi
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment