Jakarta, CNBC Indonesia - Akuisisi PT Tifa Finance Tbk (TIFA) oleh Korea Development Bank (KDB) diprediksi akan menghabiskan dana 10 miliar won atau setara Rp 118,16 miliar.
The Korea Times memberitakan bahwa dana tersebut diprediksi akan menjadi harga yang harus dibayar untuk membeli saham TIFA dari pengendalinya yaitu PT Dwi Satrya Utama.
Per kuartal II-2019, Dwi Satrya Utama menggapit 38,61% saham TIFA, bersama dengan Tan Chong Credit Pte Ltd, Singapura dengan porsi 35,64%, dan publik 25,75%. Total jumlah modal disetor perseroan adalah Rp 107,97 miliar.
Meskipun demikian, pejabat KDB menolak berkomentar terkait dengan rencana akuisisi tersebut dan hanya menyatakan, "KDB sudah melakukan usaha terbaiknya untuk meluaskan keberadaannya di Asia Tenggara di bawah kebijakan New Southern Policy. Indonesia adalah negara yang secara strategis sangatlah penting di kawasan tersebut [Asia Tenggara]."
Pejabat itu menyatakan BUMN tersebut membidik kesempatan ke Indonesia untuk waktu yang lama dan sudah mengkaji akuisisi untuk 170 perusahaan keuangan, tetapi belum ada keputusan hingga saat ini.
Pada Juni, perusahaan sudah menunjuk Deloitte Korea sebagai penasehat terhadap target akuisisi potensial di Indonesia. The Korea Times juga menginformasikan bahwa KDB sudah memiliki kantor di Indonesia sejak Februari.
Diberitakan The Korea Times, KDB membidik diversifikasi bisnisnya ke Asia Tenggara selama beberapa bulan terakhir, dengan menargetkan perusahaan keuangan yang dapat menawarkan beragam jasa dari mulai pembiayaan hingga pembiayaan kartu kredit.
Langkah tersebut juga merupakan langkah KDB untuk melihat ke luar pasar keuangan Korsel yang mulai terlalu ramai (crowded) di mana bank komersial mulai menghadapi kesulitan mendapatkan arus kas positif di tengah rendahnya suku bunga.
The Korea Times juga memberitakan berdasarkan beberapa sumber dan media, KDB sedang menggelar uji tuntas (due diligence) dalam proses akuisisi Tifa Finance.
Saat ini di Indonesia, KDB sudah tertinggal dibanding perusahaan keuangan Korsel lain, meskipun sempat masuk ke bidang perusahaan efek ketika secara tidak langsung mengakuisisi PT eTrading Securities dan mengganti namanya menjadi KDB Daewoo Securities.
Di Korsel, KDB menjadi pemilik Daewoo Securities Co setelah Grup Daewoo terpecah dan konglomerasi yang pernah menjadi chaebol kedua terbesar Korsel tersebut dinyatakan bangkrut dan terpecah-pecah pada 1999. Mirae Asset Securities akhirnya membeli Daewoo Securities dari KDB senilai 2,39 triliun won (US$ 2 miliar) dan entitasnya di Indonesia juga berganti nama menjadi PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia.
Lembaga keuangan Korsel yang keberadaaannya lebih dulu di Indonesia adalah Kookmin Bank yang menjadi pemegang saham ke PT Bank Bukopin Tbk (BBKP) dan Hana Financial Group yang masuk ke Bank Bintang Manunggal dan sekarang sudah menjadi PT Bank KEB Hana Indonesia.
Perusahaan Korsel lain adalah Woori Bank yang sekarang menjadi pemegang saham mayoritas PT Bank Woori Saudara Indonesia 1906 Tbk (SDRA), Nonghyup Investment Securities yang masuk ke dalam PT NH Korindo Sekuritas, dan Hanwha Life yang sekarang ada di PT Hanwha Life Insurance Indonesia.
KDB sendiri adalah bank BUMN yang didirikan sejak 1954 untuk membiayai dan mengelola proyek industri utama untuk meluaskan pengembangan industri dan ekonomi nasional Negeri Ginseng.
Saat ini, perseroan bergelar bank terbesar ke-61 dunia pada 2018 dan berkat kebijakan pemerintah KDB sudah memfasilitasi normalisasi manajemen perusahaan bermasalah melalui restrukturisasi korporasi dan konsultasi serta menyediakan pendanaan modal bagi proyek pengembangan strategis.
Untuk Tifa Finance, perusahaan yang didirikan pada 1989 tersebut sudah memiliki total aset Rp 1,51 triliun atau setara 128,22 miliar won (US$ 106,93 juta) dan menelurkan laba bersih Rp 27,83 miliar yang setara 2,35 miliar won (atau US$ 1,96 juta) tahun lalu.
Per akhir Juni 2019, aset perseroan dicatatkan Rp 1,33 triliun atau setara 113,39 miliar won (US$ 94,57 juta) dan laba bersihnya sudah Rp 17,28 miliar yang setara 1,46 miliar won (atau US$ 1,22 juta).
Saat ini perusahaan dipimpin oleh Bernard Thien Ted Nam, mantan direktur utama PT CIMB Securities Indonesia yang sekarang sudah berganti nama menjadi PT CGS-CIMB Sekuritas Indonesia pada 2008-2014. Sebelumnya, dia juga menjadi direktur PT UBS Securities yang sekarang berganti nama menjadi PT UBS Sekuritas Indonesia.
Di dalam negeri, Dwi Satrya Utama memiliki beberapa lini bisnis yaitu manufaktur plastik kemasan, tekstil, korek api, perdagangan, dan properti.
Untuk bisnis kemasan, perseroan memiliki PT Berlina Tbk (BRNA) yang sudah IPO sejak 1989 dan per akhir Juni sudah memiliki aset Rp 2,48 triliun dan untuk bisnis korek api batangan perusahaan memiliki PT East Java Match Factory Ltd (Esjamat) dengan produk Cocktail dan Kangaroo.
Hari ini, saham TIFA meroket 26,6% menjadi Rp 208 dan membentuk kapitalisasi pasarnya Rp 224,57 miliar. Penguatan terjadi di tengah koreksi Indeks harga Saham gabungan (IHSG) 0,54% menjadi 6.196 pada penutupan pasar sore ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/irv)from CNBC Indonesia https://ift.tt/2ngq9ji
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment