Pernyataan tersebut disampaikan Mahathir di hadapan para pemimpin yang hadir dalam sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Jumat (27/9/2019).
"Kami tidak tahu di bawah hukum apa sanksi itu diterapkan. Tampaknya hanya menjadi keuntungan untuk yang kaya dan kuat," kata Mahathir sebagaimana dilaporkan CNN Indonesia mengutip AFP, Sabtu (28/9/2019).
Perdana Menteri berusia 94 tahun ini menilai penerapan sanksi tidak hanya berpengaruh pada pihak sasaran, melainkan juga merembet ke negara lain.
Iran memang tengah dirundung pelbagai sanksi dari AS setelah negeri Paman Sam tersebut menarik diri dari kesepakatan nuklir pada 2015, berlanjut pada 2018.
Hubungan kedua negara semakin tegang akibat serangan drone (pesawat tanpa awak) ke jantung minyak Arab Saudi 14 September lalu. AS menuduh Iran berada di balik serangan yang diklaim kelompok pemberontak Houthi di Yaman.
Tidak cukup dengan Iran, AS juga menerapkan sanksi kepada negara atau entitas yang menjalin hubungan dagang dengan mereka. Salah satunya China. AS memberi sanksi pada lima perusahaan China dan enam entitas lain yang membeli minyak dari Iran, meski pemerintah China menilai hal tersebut sesuai dengan aturan hukum dan legal.
"Kita sudah katakan ini ke China dan semua negara bahwa ada sanksi dari tiap kejahatan yang dibuat," kata Sekretaris Kabinet AS Mike Pompeo sebagaimana diberitakan CNBC Indonesia, Jumat (27/9/2019).
from CNBC Indonesia https://ift.tt/2myFVWT
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment