Direktur Operasi PT Indoraya tenaga, Yudianto Permono mengatakan total investasi pengembangan dua unit tersebut menelan biaya US$ 3,5 miliar atau Rp 49 triliun (kurs Rp 14.000). Kedua unit ini dimiliki oleh PT Indonesia Power dengan porsi 51% dan sisanya yang 49% merupakan milik PT Barito Pasifik.
"Struktur pembiayaan Korea hampir 50 persen oleh K-sure dan Exim Bank," katanya di kantor Administrasi PLTU Suralaya, Cilegon, Banten (24/9/2019).
Dia mengatakan, memang akan ada beberapa lender yang terlibat dalam pembiayaan unit 9 dan 10 tersebut. Dipastikan pula jika pembiayaan kedua unit tersebut tak akan membebani APBN.
"Targetnya unit 9 akan beroperasi 2023 dan unit 10 pada 2024. Konstruksi dimulai Januari tahun depan," imbuhnya.
Dia menghitung, dua unit PLTU Suralaya ini membutuhkan konsumsi batubara sekitar 7 juta ton per tahun. Adapun batubara yang digunakan adalah jenis menengah.
"Dua unit ini memang menggunakan teknologi baru baru ultra supercritical. Emisi lebih rendah mengikuti aturan terbaru dari Kementerian Lingkungan Hidup," tandasnya.
Sebagai informasi, Unit Pembangkitan Suralaya adalah salah satu Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang dimiliki oleh PT Indonesia Power (IP), yang merupakan anak perusahaan dari PT PLN (Persero). Unit Pembangkitan Suralaya pertama kali dibangun pada tahun 1984 dengan 2 (dua)
Unit Pembangkit dan terus di tingkatkan hingga menjadi 7 (tujuh) Unit Pembangkit dengan total kapasitas terpasang 3.440 MW.
PLTU yang merupakan PLTU terbesar di Indonesia ini memproduksi sekitar 50% dari total produksi PT Indonesia Power dan menyumbang 17% dari energi listrik kebutuhan Jawa-Madura-Bali.
(dob/dob)
from CNBC Indonesia https://ift.tt/2lhSwgw
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment