Hal ini disampaikan oleh ekonom Didik J. Rachbini dalam diskusi ASEAN di antara perang dagang Amerika dan China: Bagaimana Seharusnya Respons Indonesia? di Jakarta, Minggu (25/8)
Dalam materi diskusi yang berjudul Dimensi Kritis dari Ekonomi Indonesia Dibandingkan Ekonomi ASEAN, Didik sempat mengulas soal persoalan 'Menghadapi Resesi Global'. Istilah resesi belakangan ini sempat santer dalam konteks ekonomi dunia yang makin protektif akibat perang dagang AS dan China.
"Dalam menghadapi resesi global Indonesia termasuk negara yang rentan terhadap krisis," kata Didik.
Pada materinya, ia mencantumkan soal 'Bloomberg Vulnerability Indek, atau indeks kerentanan suatu negara. "Vietnam dan Malaysia termasuk ke dalam level yang sama tetapi sedikit lebih rendah dan mempunyai struktur ekonomi yang lebih kuat daripada Indonesia," kata Didik.
Ia beralasan karena cadangan devisa, ekspor, dan industri Vietnam dan Malaysia relatif lebih kuat sehingga lebih tahan terhadap krisis.
Didik juga sempat menyampaikan dalam materinya soal dua kelompok negara dalam konteks krisis nilai tukar pada 1997-98 dari Thailand lalu. Kelompok pertama adalah kelompok yang rentan dan terkena imbas krisis nilai tukar, yaitu: Thailand, Malaysia, Filipina, Korea Selatan, dan Indonesia. Kelompok kedua adalah negara yang kuat dan tahan krisis nilai tukar, yaitu Taiwan, Hong Kong, Singapura dan lainnya.
"Kelompok yang pertama mengalami defisit neraca berjalan (CAD) dan kelompok kedua tidak mengalaminya," katanya.
Level CAD Indonesia kini memang dalam tren terus membengkak, bahkan sudah menyentuh 3% terhadap PDB. Sedangkan Thailand sebagai negara yang pernah mengalami krisis 1998, yang sama juga dialami oleh Indonesia berhasil lolos dari penyakit CAD.
(hoi/hoi)
from CNBC Indonesia https://ift.tt/30u5zL8
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment