Sunday, August 25, 2019

Perhatian! Pasar Keuangan RI Besok akan 'Kebakaran'

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia ditransaksikan bervariasi pada pekan ini. Dalam sepekan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 0,49%, rupiah menguat 0,14% di pasar spot melawan dolar AS, sementara imbal hasil (yield) obligasi seri acuan tenor 10 tahun turun 17,1 bps.

Sebagai informasi, pergerakan yield obligasi berbanding terbalik dengan harganya. Ketika yield turun, berarti harga sedang naik. Sebaliknya, ketika yield naik, berarti harga sedang turun.

Pada pekan depan, utamanya pada hari Senin (26/8/2019), pelaku pasar keuangan Indonesia patut berhati-hati. Pasalnya, ada risiko 'kebakaran' yang mengintai dengan ketat.

Potensi bencana tersebut datang seiring dengan 'kebakaran' yang sudah menimpa bursa saham AS pada penghujung pekan ini. Pada perdagangan hari Jumat (23/8/2019), indeks Dow Jones ditutup anjlok 2,37%, indeks S&P 500 ambruk 2,59%, dan indeks Nasdaq Composite merosot 3%.

Koreksi yang dalam menjelang akhir pekan membuat Wall Street ikut jatuh secara dalam secara mingguan. Dalam sepekan, indeks Dow Jones turun 0,99%, indeks S&P 500 ambruk 1,44%, dan indeks Nasdaq Composite anjlok 1,83%.

Eskalasi perang dagang AS-China memantik aksi jual dengan intensitas yang begitu besar di bursa saham AS menjelang akhir pekan. Eskalasi pertama datang dari pengumuman China bahwa pihaknya akan membebankan bea masuk bagi produk impor asal AS senilai US$ 75 miliar.

Pembebanan bea masuk tersebut akan mulai berlaku efektif dalam dua waktu, yakni 1 September dan 15 Desember. Bea masuk yang dikenakan China berkisar antara 5%-10%.

Lebih lanjut, China juga mengumumkan pengenaan bea masuk senilai 25% terhadap mobil asal pabrikan AS, serta bea masuk sebesar 5% atas komponen mobil, berlaku efektif pada 15 Desember. Untuk diketahui, China sebelumnya telah berhenti membebankan bea masuk tersebut pada bulan April, sebelum kini kembali mengaktifkannya.

"Sebagai respons terhadap tindakan AS, China terpaksa mengambil langkah balasan," tulis pernyataan resmi pemerintah China, dilansir dari CNBC International.

Eskalasi berikutnya datang dari langkah AS yang merespons bea masuk balasan dari China dengan bea masuk versinya sendiri. Melalui cuitan di Twitter, Presiden AS Donald Trump mengumumkan bahwa per tanggal 1 Oktober, pihaknya akan menaikkan bea masuk bagi US$ 250 miliar produk impor asal China, dari yang saat ini sebesar 25% menjadi 30%.

Sementara itu, bea masuk bagi produk impor asal China lainnya senilai US$ 300 miliar yang akan mulai berlaku pada 1 September (ada beberapa produk yang pengenaan bea masuknya diundur hingga 15 Desember), akan dinaikkan menjadi 15% dari rencana sebelumnya yang hanya sebesar 10%.

"...Yang menyedihkan, pemerintahan-pemerintahan terdahulu telah membiarkan China lolos dari praktek perdagangan yang curang dan tidak berimbang, yang mana itu telah menjadi beban yang sangat berat yang harus ditanggung oleh masyarakat AS. Sebagai seorang Presiden, saya tak lagi bisa mengizinkan hal ini terjadi!...." cuit Trump melalui akun @realDonaldTrump.

Tak hanya saling balas bea masuk, Trump nampak sudah semakin all-in dalam menghadapi perang dagang dengan China. Sebelum mengumumkan bea masuk baru terhadap importasi produk asal China, melalui serangkaian cuitan di Twitter, Trump memerintahkan perusahaan-perusahaan asal AS untuk meninggalkan China.

"Perusahaan-perusahaan hebat asal AS dengan ini diperintahkan untuk segera mulai mencari alternatif atas China, termasuk membawa perusahaan-perusahaan Anda pulang dan membuat produk-produk Anda di AS," cetus Trump.

Memang, hingga saat ini belum jelas apakah Trump memang punya kuasa untuk mengutus perusahaan-perusahaan asal AS untuk hengkang dari China. Namun, jika ternyata sampai ada celah di sistem hukum AS yang bisa dimanfaatkan Trump untuk mengeksekusi perintahnya tersebut, dampaknya dipastikan akan parah.

Bagaimana tidak, sejauh ini China merupakan penyuplai barang terbesar bagi AS. Ada begitu banyak perusahaan-perusahaan AS yang membangun pabrik di sana lantaran biaya produksi yang lebih murah.

Jika sampai perusahaan-perusahaan asal AS dipaksa hengkang dari China, kegiatan produksi di seluruh dunia bisa terganggu dan ancaman resesi menjadi kian nyata. (ank/ank)



from CNBC Indonesia https://ift.tt/2Zn1lIZ
via IFTTT
Share:

0 Comments:

Post a Comment