Friday, August 23, 2019

Istilah 'Kanebo Kering' UU Naker Pancing Reaksi Buruh

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menolak istilah UU Ketenagakerjaan disebut sebagai 'kanebo kering' alias kaku. Istilah ini sempat dilontarkan Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri menyinggung UU Ketenagakerjaan Nomor 3 Tahun 2003 yang terkesan tidak fleksibel dengan perkembangan iklim usaha.

"Tidak benar UU Ketenagakerjaan yang disebut Menteri Hanif sebagai 'kanebo kering'. UU Ketenagakerjaan kita mengatur pasal karyawan kontrak atau PKWT. Itu sangat fleksibel," kata Said Iqbal kepada CNBC Indonesia, Jumat (23/8/2019).

Ia menjelaskan bahwa sistem kontrak saat ini sudah sangat fleksibel untuk menyesuaikan dengan kondisi dunia kerja saat ini.

"Mana di dunia ini, orang bisa dikontrak seminggu, sebulan, dua bulan. Itu fleksibel banget," katanya.

Ia mengatakan para buruh menolak usulan terkait outsourcing akan dibebaskan yang diusulkan pengusaha dalam revisi UU Ketenagakerjaan. Menurut Iqbal, sebagian besar buruh tidak ingin ada revisi dan meminta UU Ketenagakerjaan saat ini tetap dijalankan.

"Yang paling disorot adalah outsourcing. Pengusaha menginginkan outsourcing dibebaskan. Yang sekarang saja hanya diberikan jenis pekerjaan outsourcing, itu saja banyak penyimpangan. Apalagi kalau dibebaskan," ucapnya.

Terkait istilah kanebo kering, Hanif Dhakiri pernah menjelaskan lebih jauh ucapannya tersebut. Menurutnya, tuntutan untuk bekerja dengan kontrak panjang di satu industri tertentu tidak lagi sesuai dengan kondisi saat ini.

"Kalau orang minta ke kamu dipekerjakan seumur hidup, sebagai pengusaha kamu akan jawab, 'Bro, aku juga kalau mau, aku mau dikontrak seumur hidup kontrak bisnisnya.' Tapi ini bukan cara dunia bekerja sekarang," kata Hanif, Jumat (16/8/2019).

Ia kemudian mencontohkan ekonomi digital di mana hubungan pekerja dan pengusaha nyaris tidak jelas, tapi semua dapat berjalan. Meski begitu, tenaga kerja tetap perlu dilindungi negara. Salah satu yang terbaru adalah dengan adanya program Kartu Pra Kerja.

"Di Ekonomi digital, orang bekerjanya menjadi tidak jelas, hubungannya tidak jelas, jam kerjanya tidak jelas, tapi hidup semua. Ini semua kan fakta. Masa kita menolak fakta? Harusnya disiasati," kata Hanif.

(hoi/hoi)



from CNBC Indonesia https://ift.tt/2TZ5htk
via IFTTT
Share:

0 Comments:

Post a Comment