
Ketua Tim Ahli Wakil Presiden Sofjan Wanandi mengatakan hari ini, di kantor Kemenko Kamaritiman mengumpulkan para bankir dan perwakilan kamar dagang AS atau US Chamber. Intinya pada pertemuan ini mencari peluang masing-masing dunia usaha Indonesia dan AS, soal perdagangan, termasuk barang-barang Indonesia dan AS.
"Kerja sama sama AS, harus bilateral. Ya harus kerja samanya masih kita bicarakan apa yang mereka perlukan, apa yg mereka butuhkan, apa yang kita perlukan. Kita harus promosi," kata Sofjan di Kantor Kemenko Kemaritiman, Jumat (13/9).
Sofjan mengatakan selama ini Indonesia masih bergantung pada impor kapas, termasuk dari AS. Di sisi lain, AS juga bergantung pada produk tekstil dan garmen, dan Indonesia punya kemampuan untuk memasok kebutuhan lebih besar lagi. Bila kedua pihak saling memaksimalkan maka bisa menguntungkan.
"Kita gantikan peranan China sebagian. Itu besar sekali. Kita mau ganti. Jadi beli ke kita perusahaan kita," katanya.
Terkait persoalan skema generalized system of preferences (GSP) yang kini masih dibahas oleh AS, Sofjan yakin Negeri Paman Sam itu akan memperpanjang fasilitas kemudahan ekspor bagi Idonesia tersebut.
"Saya pikir kita bisa dapet GSP, diperpanjang. Tapi, kita mesti ada PR satu dua yang belum selesai. OJK, tapi sedang diselesaikan," katanya.
Beberapa waktu lalu, Mendag Enggartiasto Lukita sempat bertemu dengan Deputi United States Trade Representative (USTR) Jeff Gerrish di sela-sela Pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN (AEM) ke-51 di Bangkok, Thailand, Selasa (10/9).
Enggar sempat membahas mengenai skema GSP dan isu-isu akses pasar dalam hubungan perdagangan Indonesia-Amerika Serikat (AS). Pemerintah AS menaruh perhatian khusus pada beberapa regulasi Pemerintah Indonesia yang dikhawatirkan dapat menahan ketertarikan investor AS untuk berinvestasi di Indonesia, seperti Amazon dan Google.
Regulasi yang diantisipasi AS tersebut yaitu revisi dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 82 tahun 2012, khususnya terkait kewajiban penempatan pusat data (data localization), yang akan dikeluarkan pemerintah. Selain itu juga revisi dalam PP No. 14 tahun 2018 terkait kepemilikan asing pada perusahaan perasuransian.
"Saya yakinkan kepada mereka bahwa pemerintah Indonesia berupaya membuat investor nyaman dengan meminimalisasi berbagai hambatan dagang dan investasi," kata Mendag.
Soal tarif preferensi skema GSP, pihak AS diharapkan dapat memberikan keputusan memperpanjang pemberian fasilitas GSP kepada Indonesia. Hal ini penting mengingat fasilitas GSP memberikan keuntungan besar bagi kinerja ekspor Indonesia karena sebanyak 10 persen total ekspor Indonesia ke AS dikenakan tarif 0 persen. (hoi/hoi)
from CNBC Indonesia https://ift.tt/2O0Pbym
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment