Padahal, berdasarkan survei yang dilakukan oleh lembaga independen (UGM), dalam 3 tahun terakhir Bea dan Cukai berhasil menekan peredaran rokok ilegal dari 12,1% menjadi 7% pada 2018, dan 2019 diperkirakan bisa ditekan menjadi 3%.
"Kalau kenaikan tarif luar biasa, saya yakin kenaikan rokok ilegal akan marak. Keberhasilan pemerintah menekan rokok ilegal, dirusak sendiri oleh pemerintah," kata Ketua Gabungan Pengusaha Rokok (Gapero) Surabaya Sulami Bahar, Rabu (18/09/2019).
Pada kesempatan yang sama Bendahara Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Adi Harnadi mengatakan jumlah industri yang legal memproduksi rokok akan menyusut lagi, karena tidak kuat membeli pita cukai. Akibatnya rokok yang mereka jual menjadi rokok illegal.
"Jadi bukan produksinya saja, karena sekarang ibaratnya, kita terima uang Rp100 rupiah, Rp70 rupiah disetor ke negara. Makanya ilegal akan marak," katanya.
Biasanya rokok ilegal ada di daerah-daerah, dan menyasar konsumen yang menengah ke bawah. Menurut Adi, mereka bisa menjual 30-40% dibandingkan harga rokok biasa. Dengan begitu kemungkinan besar konsumen pun akan membeli rokok tanpa pita cukai.
"Di pasar daerah luar pulau pelabuhan kecil, Jawa Tengah atau Jawa Timur juga ada. Kalau dia nggak pakai pita dia jual harga 40% di bawah harga kita mereka juga akan untung, habis dong kita. Pitanya sangat mahal ini problemnya," kata Adi. (hoi/hoi)
from CNBC Indonesia https://ift.tt/2O5brap
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment