Saturday, September 21, 2019

Daging Babi China Meroket 46%, Lebih Ngeri dari Perang Dagang

Jakarta, CNBC Indonesia - Pada tahun babi tanah ini, harga daging babi di China melonjak 46,7% hingga Agustus. Ini menjadi ketakutan akan kondisi ekonomi serta inflasi di negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia tersebut.

Dilansir Asianews, Sabtu (21/9/2019) banyak yang beranggapan jika Presiden Tiongkok, Xi Jinping yang harus bertanggung jawab atas krisis ini.


Pemerintah Tiongkok melawan Amerika Serikat (AS) dengan cara membuka keran impor daging dari Rusia, negara yang dikenal paling banyak terdampak flu babi. Dalam setahun setidaknya 200 juta hewan dibunuh atau mati karena sakit.

Menurut beberapa pengamat mengatakan, kekhawatiran terbesar Presiden Xi Jinping bukanlah perang dagang dengan AS, atau demonstrasi Hong Kong, tetapi harga daging babi yang semakin tinggi.

Naiknya harga daging babi menyebabkan kenaikan tiga poin dalam indeks harga konsumen, yang mempengaruhi inflasi. Industri yang terkait dengan babi menyumbang US$ 128 miliar untuk ekonomi nasional, di mana 60% diantaranya adalah makanan daging Cina.

Sementara itu, lebih dari setahun terakhir, telah terjadi epidemi demam babi Afrika. Dimulai dengan infeksi sapi di sebuah peternakan dekat perbatasan Rusia, sekarang telah menyebar ke 31 provinsi di Cina.

Ini menyebabkan kematian karena penyakit sehingga memusnahkan lebih dari 200 juta babi, hampir setengah dari hewan yang dibiakkan di negara tersebut.

Parahnya, presiden Xi Jinping lebih memilih untuk mengenakan pajak pada babi yang berasal dari AS (produsen kedua di dunia, setelah China) dan membuka keran impor dari Rusia, yang dikenal paling terpengaruh oleh demam babi.

Untuk menghindari ketegangan yang meningkat akibat kenaikan harga daging babi, kemarin pemerintah memutuskan untuk menjual 10 ribu ton daging babi beku dari cadangan strategisnya di pasar lelang.

Cina menciptakan cadangan daging babi strategis pada tahun 2007, di mana jumlahnya tidak diketahui.

Babi adalah simbol kesejahteraan. Entah bagaimana, jika tak ada lagi babi. Misalnya saja pada hari raya 1 Oktober yang merupakan peringatan 70 tahun Republik Rakyat Tiongkok.

Di sini penduduk biasanya menyaksikan salah satu parade militer terbesar, dengan senjata buatan Tiongkok yang ultra modern. Namun sebaliknya, dikahawatirkan tak ada lagi daging babi di atas meja sebagai hidangan.

Ekspor Babi Bisa Jadi Salah Satu Cara Atasi Defisit Neraca Dagang
[Gambas:Video CNBC]

(hps/hps)

from CNBC Indonesia https://ift.tt/34XTFMd
via IFTTT
Share:

0 Comments:

Post a Comment