Selama 5 hari ke depan, IHSG akan dihadapkan beberapa tantangan baik dari global maupun dalam negeri. Beberapa sentimen utama yang dikompilasikan Tim Riset CNBC Indonesia berikut ini berpotensi mempengaruhi pergerakan IHSG selama sepekan ke depan.
Dari Dalam Negeri
Pertama
Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data inflasi bulan Agustus pada hari Senin (2/9). Data inflasi bulan sebelumnya yakni Juli sebesar 0,31% secara bulanan (MoM) atau 3,32% secara tahunan (YoY), sedangkan inflasi inti (core) pada angka 3,18 YoY.
Mengacu pada poling yang dihimpun Reuters, data inflasi bulan Agustus diramal sebesar 0,16%, secara tahunan diproyeksikan naik menjadi 3,54, dan inflasi inti juga naik menjadi 3,17 YoY.
Kedua
Pada Kamis (5/9), Bank Indonesia (BI) akan merilis indeks keyakinan konsumen (IKK) alias consumer confidence index untuk bulan Agustus. Secara bulanan (MoM), angka IKK bulan Juli berada pada level 124,8. Angka tersebut mengalami penurunan jika dibandingkan angka bulan Juni yang sebesar 126,4.
Kenaikan angka IKK berpotensi membuat sektor konsumer serta sektor lainnya yang terkait konsumer seperti industri dasar, aneka industri dan perumahan mengalami kenaikan.
Ketiga
BI juga akan merilis data cadangan devisa (foreign reserves) periode Agustus. Pada bulan Juli, cadangan devisa Indonesia berada pada level US$ 125,9 miliar atau naik US$ 2,1 miliar.
Dari Global
Pertama
Kondisi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China yang masih berlangsung dan masih menjadi topik utama para investor secara global.
Mulai Minggu ini (1/9), China secara resmi mengenakan tarif baru untuk barang-barang AS senilai US$ 75 miliar. Tarif tersebut berkisar antara 5% dan 10% dan akan diterapkan dalam dua tahap, yakni pada 1 September dan 15 Desember.
China juga akan kembali membebankan tarif 25% untuk mobil buatan AS serta suku cadangnya dikenakan bea masuk 5%.
Tidak tinggal diam, AS pada hai yang sama juga mengenakan bea masuk bagi produk impor asal China senilai US$ 300 miliar menjadi 15% dari rencana sebelumnya hanya sebesar 10%.
Adapun per tanggal 1 Oktober, AS juga akan menaikkan bea masuk bagi US$ 250 miliar produk impor asal China, dari tarif saat ini yang sebesar 25% menjadi 30%.
Belum ada kejelasan apakah tarif-tarif tersebut akan dicabut. Namun kabar baiknya mereka sedang merencanakan perundingan tatap muka di AS.
Kedua
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson berencana membekukan Parlemen Inggris pada September ini atau menjelang keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit) pada 30 Oktober mendatang. Hal ini pun memicu protes dari sejumlah warga Inggris yang berpotensi membesar.
Kegaduhan di Britania Raya tentu bukan kabar baik bagi pasar karena berpotensi akan membuat bingung pelaku bisnis di negara dengan perekonomian terbesar kelima di dunia itu.
Ketiga
Salah satu lembaga peneliti ekonomi terkemuka yakni ISM akan merilis data Purchasing Managers Index (PMI) AS periode Agustus pada hari Selasa (03/09/2019) pukul 21:00 WIB.
Reuters dalam pollingnya memproyeksikan akan terjadi penurunan menjadi 51,0 berbanding dengan angka bulan bulan Juli yang berada pada angka 51,2.
Keempat
Pada Rabu (04/09/2019) akan diumumkan data neraca dagang AS (international trade) periode Juni. Angka bulan Juni memperlihatkan bahwa terdapat defisit senilai USD 55,2 miliar.
Reuters dalam pollingnya memproyeksikan akan terjadi penurunan menjadi USD 53,5 miliar berbanding dengan angka defisit bulan Juni yang berada pada angka USD 55,2 miliar.
Kelima
Pada Kamis mendatang (5/9) AS akan mengumumkan data pemesanan barang tahan lama (durables goods order) untuk bulan Juli 2019.
Keenam
Jumat (6/9) AS juga akan mengumumkan data Non Farm Payrolls (NFP) atau penciptaan lapangan kerja non pertanian untuk bulan Agustus 2019.
Reuters dalam pollingnya memproyeksikan akan terjadi penurunan penciptaan lapangan kerja sebanyak 5.000 orang menjadi 159 ribu orang. Angka tersebut dibandingkan angka bulan sebelumnya yang mencapai 164 ribu orang pekerja.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(yam/tas)from CNBC Indonesia https://ift.tt/32eb4Ou
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment