Pada pukul 20:40 WIB, euro dan poundsterling masing-masing melemah 0,23% dan 0,5% melawan dolar AS di pasar spot, berdasarkan data Refinitiv.
Bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang memangkas suku bunga tapi bersikap tidak terlalu dovish membuat dolar menguat di perdagangan Rabu (18/9/19). Namun, pada Kamis kemarin the greenback mendadak loyo.
The Fed memutuskan memangkas suku bunga acuannya (Federal Funds Rate/FFR) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 1,75-2%. Tapi tidak semua anggota Federal Open Market Committee (FOMC) yang mendapat jatah voting suku bunga memilih pemangkasan 25 bps.
Dua anggota FOMC tidak setuju The Fed memangkas suku bunga, satu lainnya meminta suku bunga dipangkas 50 bps.
Selain itu, The Fed menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini menjadi 2,2%, dibandingkan proyeksi yang diberikan pada Juni lalu sebesar 2,1%, meski untuk proyeksi jangka panjang masih tetap 1,9%. Proyeksi inflasi masih tetap sebesar 1,9% di tahun ini, dan 2,5% untuk jangka panjang.
Dolar perkasa melihat outlook The Fed tersebut,setidaknya sampai beberapa bank sentral negara lain mengumumkan suku bunga Kamis kemarin. Kamis kemarin ada tiga bank sentral yang mengumumkan suku bunga: bank sentral Jepang (Bank of Japan/BoJ), bank sentral Swiss (Swiss National Bank/SNB), dan bank sentral Inggris (Bank of England/BoE).
Ketiga bank tersebut kompak mempertahankan kebijakan moneternya, yang membuat mata uang masing-masing menguat melawan dolar AS. BoJ mengumumkan mempertahankan suku bunga jangka pendek di -0,1% dan mengarahkan yield obligasi 10 tahun ke kisaran 0%.
Meski demikian, bank sentral pimpinan Haruhiko Kuroda tersebut membuka peluang untuk mengubah kebijakannya (ke arah lebih longgar) bulan depan.
SNB juga sama tetap mempertahankan suku bunga acuannya -0,75%, begitu juga dengan BoE yang mempertahankan suku bunganya 0,75%. Dua bank sentral ini belum mengindikasikan akan adanya pemangkasan suku bunga.
Akibat perbedaan kebijakan moneter, spread suku bunga di AS dan negara-negara tersebut menyempit, dan membuat dolar tertekan. Apalagi kondisi finansial global yang stabil membuat pelaku pasar kembali memburu aset berimbal hasil tinggi. Kamis kemarin, dolar melemah melawan euro dan poundsterling, bahkan berlanjut hingga tengah hari tadi.
Namun perlahan dolar berhasil bangkit, euro tertekan akibat penurunan yield di negara-negara zona euro setelah Menteri Keuangan Jerman mengatakan negara dengan perekonomian terbesar di Eropa tersebut melemah di awal kuartal III-2019, dan tingkat pengangguran diprediksi naik.
Sementara itu, penurunan euro turut memberikan sentimen negatif bagi poundsterling yang berada di level tertinggi dua bulan. Akibatnya mata uang Inggris ini diterpa aksi ambil untung (profit taking) hingga berbalik melemah. Dolar AS pun berhasil berjaya di Eropa.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
from CNBC Indonesia https://ift.tt/31F17Kf
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment