Saturday, November 9, 2019

Kisah Jokowi Ngamuk Gegara Pacul Impor hingga Sekolah Ambruk

Jakarta, CNBC Indonesia- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyentil sejumlah hal mulai dari impor cangkul hingga sekolah ambruk. Dia menegaskan desain industri mikro dan menengah harus didesain dengan tepat, sehingga tidak perlu mengimpor alat-alat yang bisa diproduksi industri dalam negeri.
"Misalnya urusan pacul, cangkul, masak kita impor. Apakah tidak bisa didesain industri UMKM kita, buat pacul tahun depan saya beli ini puluhan ribu. Cangkul, pacul dibutuhkan masih impor. Apakah negara kita sebesar ini industrinya berkembang, bener pacul harus impor?," tanya Jokowi, dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Tahun 2019, awal pekan ini.

Jokowi mengaku jengkel dengan fakta yang didapatkan di lapangan. Padahal, rentetan impor yang terjadi selama ini telah membuat defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) membengkak.


"Enak banget itu negara yang di mana barang itu kita impor. Kita masih defisit transaksi berjalan, defisit neraca perdagangan. Impor yang seperti itu kita sambil tidur buat pacul," kata Jokowi.

Dia menegaskan impor memang mudah karena artinya yang mengimpor untung lebih besar, namun lapangan kerja jadi hilang. Jokowi mengaku tidak senang dengan kondisi ini.

Indonesia seharusnya tidak lagi melakukan rutinitas lama dengan terus-terusan mengimpor barang di tengah kondisi CAD yang memprihatinkan.

"Kita masih senang impor padahal neraca perdagangan kita deficit, CAD kita defisit; tapi kita hobi impor kebangetan banget. Uangnya pemerintah lagi. Kebangetan. Kalau itu masih diteruskan, kebangetan," tegasnya.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memberikan tanggapan perihal kedongkolan Presiden Joko Widodo terkait impor cangkul.

"Cangkul itu teknis," ujar Airlangga, Kamis (7/11/2019).


industri dalam negeri bisa memproduksi cangkul dalam jumlah banyak. Salah satunya adalah PT Barata Indonesia (Persero), badan usaha milik negara (BUMN).

"Tapi yang paling penting adalah off taker-nya, yang terserap itu kira-kira 500 ribu. Nanti akan kita tingkatkan lewat tim TKDN (tingkat komponen dalam negeri) itu user-nya ditambah," kata Airlangga.

Dia menyatakan industri dalam negeri bisa memproduksi cangkul dalam jumlah banyak. Salah satunya adalah PT Barata Indonesia (Persero), badan usaha milik negara (BUMN).

"Tapi yang paling penting adalah off taker-nya, yang terserap itu kira-kira 500 ribu. Nanti akan kita tingkatkan lewat tim TKDN (tingkat komponen dalam negeri) itu user-nya ditambah," kata Airlangga.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang menambahkan masalah cangkul ini membutuhkan kesadaran bersama baik dari pengguna hingga kementerian/lembaga. Kesadaran yang dimaksud bahwa produksi dalam negeri sudah siap dan bisa menyuplai kebutuhan cangkul yang ada di Indonesia.

"Ini saya kira tugasnya tim petugas TKDN. Sekarang yang akan kami dorong adalah mengkampanyekan produk-produk dalam negeri agar bisa diprioritaskan dalam belanja-belanja baik belanja modal maupun barang baik itu yang gunakan APBN dan belanja-belanja dilakukan lembaga-lembaga, perusahaan khususnya BUMN, itu kita akan secara masif lakukan kampanye. Kebetulan saya ketua TKDN," ujar Agus.

Berdasarkan data BPS, nilai cangkul impor Januari-Agustus 2019 senilai Rp 1,3 miliar, dan relatif besar dibandingkan yang lainnya. Impor cangkul/garpu cangkul mencapai US$ 93.155, dengan volume 210.575 Kg.

Sementara, impor cangkul sepanjang Januari-September 2019 senilai US$ 101,69 ribu dengan total berat 268.200 Kg, alias tak ada kenaikan yang signifikan. Negara pemasok terbesar China dan Jepang.

Impor cangkul fluktuatif, pada Januari 2019 terjadi impor US$ 8.376 dengan berat 51,6 ton, Februari senilai US$ 375 dengan berat 164 kg. Kemudian pada Maret tercatat nihil atau tidak ada impor sama sekali, sedangkan April melonjak menjadi 80,9 tol atau senilai US$ 48.128.

Pada Mei impor pacul tercatat senilai US$ 1.832 atau seberat 10,9 ton dan Juni tercatat senilai US$ 435 dengan berat 153 kg. Sedangkan pada Juli tercatat sebanyak 66,7 ton atau senilai US$ 33.944. Pada Agustus masuk lagi sebesar 7 kg atau US$ 65, dan pada September masuk lagi sebanyak 57,6 ton atau senilai US$ 8.539.

[Gambas:Video CNBC]



from CNBC Indonesia https://ift.tt/33xcMM4
via IFTTT
Share:

Related Posts:

0 Comments:

Post a Comment