Monday, September 2, 2019

Membedah Kesuksesan Agus Marto di Swasta, Menkeu Hingga BI

Jakarta, CNBC Indonesia - BI Institute meluncurkan buku biografi mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) periode 2015-2018 Agus DW. Martowardojo. Menceritakan dari perjalanan Agus yang dilahirkan di tanah Eropa ketika salju hingga perjalanan karirnya yang selalu dipertemukan dengan kondisi krisis yang mau tak mau harus diselesaikannya.

Kepala Editor biografi ini, Hermin Y. Kleden mengatakan diangkatnya kisah ini berangkat dari banyaknya perubahan yang diberikan oleh pria bernama lengkap Agus Dermawan Wintarto Martowardojo, semasa menjabat di beberapa korporasi hingga ke tingkat birokrasi.

Terdapat tiga hal yang mendasari penulisan tersebut, pertama Agus dinilai sebagai pembawa perubahan melalui fondasi integritas, yang amat diyakini sepanjang hidup sepanjang 30 tahun karir di industri perbankan, setelah menjadi birokrat dan ketika menjadi Gubernur BI.

Kedua, Agus dinilai memunculkan strategi, reformasi bisnis dan budaya korporasi maupun birokrasi. Terakhir, pria dua anak ini dinilai tak hanya bisa memberikan terobosan inovatif tapi juga bisa merumuskan visi eksplisit yang tak hanya dalam segi market namun juga politik serta ekonomi politik.

"Perjalanan Agus Marto praktis bergerak bersama sejarah reformasi perbankan nasional, dan reformasi pasca Orde Baru," kata Hermin dalam peluncuran buku Agus Martowardojo 'Pembawa Perubahan'.

Dalam kesempatan yang sama, Perry Warjiyo yang merupakan suksesor Agus di Bank Indonesia menilai sosok Agus sebagai seorang guru yang tak hanya memberikan bimbingan semasa bekerja di BI namun juga guru khusus.

Satu hal yang paling diingat oleh Perry adalah transformasi yang dilakukan oleh Agus semasa di BI yang tak hanya di sisi visi dan misi namun juga implementasi kebijakan-kebijakan.

"Beliau yang buat undang-undang mata uang di Kementerian Keuangan, di BI kemudian laksanakan undang-undang mata uang dan wajibkan transaksi di Indonesia pakai rupiah," imbuhnya.

Kemampuan memimpin Agus tak hanya terekam ketika menjabat sebagai gubernur BI saja, jauh sebelum itu Agus telah dihadapkan dengan kondisi krisis Indonesia 1997-1998 yang berdampak pada buruknya kinerja perbankan.

Kala itu, Agus ditunjuk sebagai salah satu dari tim penyelamatan dan penggabungan empat bank menjadi PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI) dengan kondisi kredit macetnya mencapai 60% dan harus segera disehatkan.

Kondisi yang sama juga terjadi pada 2005 dengan kondisi tingkat kredit macet (non performing loan/NPL) kembali mencapai 25% atau dalam laporan BI ketika itu mencapai 27%. Dengan tangan dinginnya, selama dua tahun lamanya Agus memimpin Bank Mandiri hingga memperbaiki tingkat NPL hingga akhirnya menjadi 7%.

Kartika Wirjoatmodjo, Direktur Utama Bank Mandiri saat ini, yang ketika itu menjadi bawahan Agus menilai Agus sebagai sosok yang berani untuk memberikan terobbosan-terobosan baru yang belum pernah dilakukan sebelumnya.

"Ada terobosan baru, yang tidak bisa dilakukan tapi bagaimana caranya, bisa ga bisa harus bisa," kata Kartika ketika berbincang di acara peluncuran buku ini.

Satu hal yang paling dikenang Tiko, begitu panggilan akrabnya, adalah bagaimana seorang Agus yang merupakan penggila kuliner tak kenal waktu. Ada suatu masa di mana rapat dilakukan hingga dini hari dan Agus ingin makan durian sebagai cemilan pukul dua dini hari. "Waduh kan kita pusing ya, nyari kemana durian jam segitu," kelakarnya.

Namun di balik semangatnya bekerja, Agus Marto dinilai sebagai sosok yang hangat dan loyal kepada bawahannya ketika bekerja. Dia dikenal sebagai sosok yang friendly ketika bergaul dengan para anak buah.

Bicara soal Agus Marto maka tak lepas dari sosok Sri Mulyani, Menteri Keuangan saat ini. Ada masa di mana Agus harus menggantikan Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan ketika ia menjabat sebagai direktur pelaksana di World Bank.

"Waktu saya harus ke DC waktu itu siapa yang mau gantiin Menkeu. Mungkin orang seperti Pak Agus yang tepat untuk gantikan Menkeu. Memang bukan hal mudah, saya ada di dalam posisi Menkeu 2005 dari mulai tadinya di Bappenas terjadi Aceh tsunami yang besar Indonesia yang besar sekali, kemudian terjadi krisis global 2008-2009. Di satu sisi orang Indonesia punya percaya takhayul krisis 10 tahunan," Sri Mulyani membeberkan.

Kisah yang paling dikenang Sri Mulyani adalah ketika Agus memberikannya kuliah mengenai kondisi Bank Century yang sama sekali saat itu tak diketahui olehnya.

Dia menceritakan, kala itu sedang dalam pertemuan G20 bersama dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di tengah malam dia mendapatkan telpon dan fax yang memberitahukan bahwa Bank Century, yang dinilai sebagai bank sistemik akan bangkrut.

"Tiba-tiba saya dikasih tau Century bermasalah, Century tuh opo saya gak tahu. Dikirimin fax setengah halaman. Bank Century sistemik akan collapse, saya tanya siapa itu Bank Century, miliknya siapa," imbuh dia.

Dari seluruh kisah yang disampaikan tersebut Agus menilai dalam bekerja setiap orang harus memiliki visi dan misi yang jelas dan tentunya harus berkomitmen dalam pekerjaan sehingga bisa memunculkan kepercayaan berbagai pihak.

"Dengan visi dan komitmen yang baik dan trust kita bisa capai kesuksesan," tutup dia.

(dob/dob)



from CNBC Indonesia https://ift.tt/34k7WlV
via IFTTT
Share:

Related Posts:

0 Comments:

Post a Comment