
PDB tersebut melambat dibandingkan dengan kuartal I dan II-2019 yang tumbuh 5,07% dan 5,05%. PDB kuartal III bahkan menjadi yang terendah sejak kuartal II 2017.
Melihat tren penurunan tersebut, pertanyaan muncul apakah pertumbuhan ekonomi Indonesia akan terus melambat, atau akan bangkit?
Komponen pembentuk PDB terbesar, konsumsi rumah tangga, yang mengalami pelambatan terus menyeret turun pertumbuhan ekonomi Indonesia. Konsumsi rumah tangga menyumbang 56,52% dari pembentukan PDB Indonesia, pada kuartal III-2019 hanya tumbuh 5,01%. Pertumbuhan tersebut melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yang sebesar 5,17% dan menjadi laju terlemah sejak kuartal I-2018.
Pelambatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga konsisten dengan penurunan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dalam lima bulan terakhir.
Bank Indonesia (BI) melaporkan, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada Oktober berada di 118,4. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 121,8. Angka di bulan Oktober tersebut merupakan yang terendah sejak Februari 2017.
IKK menggunakan angka 100 sebagai titik awal. Angka di atas 100 menandakan konsumen masih optimistis menghadapi kondisi perekonomian saat ini dan masa mendatang. Namun optimisme itu memudar, terlihat dari rata-rata porsi pendapatan rumah tangga untuk konsumsi turun dari 68,8% pada September menjadi 68% pada Oktober. Porsi tabungan terhadap pendapatan naik dari 19,4% menjadi 19,8%.
Komponen pembentuk PBD terbesar kedua yakni Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) alias investasi. Pada kuartal III-2019, investasi hanya tumbuh 4,21%, melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu 5,01% dan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 6,96%.
Pelambatan investasi sepertinya masih akan berlanjut jika melihat kontraksi yang terjadi di industri pengolahan atau manufaktur.
Melansir data yang dipublikasikan oleh Markit, angka PMI (Purchasing Manager Index) di bulan Oktober tercatat hanya sebesar 47,7 poin, turun dari perolehan September yang ada di 49,1 poin.
Sebagai informasi, angka di atas 50 berarti aktivitas manufaktur membukukan ekspansi jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya, sementara angka di bawah 50 menunjukkan adanya kontraksi.
Jika melihat ke lebih ke belakang, sektor manufaktur RI sudah mengalami kontraksi dalam empat bulan beruntun atau sejak bulan Juli lalu. Dengan aktivitas manufaktur yang terus terkontraksi, dunia usaha akan cenderung menahan investasinya.
Selanjutnya ada ekspor yang merupakan komponen pembentuk PDB terbesar ketiga. Pada kuartal III-2019, Badan BPS melaporkan ekspor barang dan jasa hanya tumbuh 0,02%. Jauh melambat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang naik 8,08%.
Perang dagang yang terjadi antara Amerika Serikat (AS) dengan China menjadi penyebab lemahnya ekspor RI. Tidak hanya RI, banyak negara terkena dampak dari perang dagang dua raksasa ekonomi dunia ini yang sudah berlangsung lebih dari satu tahun. Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) memperkirakan pertumbuhan ekspor global tahun ini hanya 1,2%. Melambat dibandingkan proyeksi yang dibuat pada April yaitu 2,6%.
Sementara itu konsumsi pemerintah, penyumbang PDB terbesar ke-empat, hanya tumbuh 0,98% pada kuartal III-2019. Jauh melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yang mencapai 8,25% dan periode tahun sebelumnya yaitu 6,27%.
Dengan pelambatan-pelambatan yang terjadi tersebut, maka pantas saja pertumbuhan ekonomi terus melambat.
Jika kondisi tersebut terus berlanjut, bukan tidak mungkin pertumbuhan ekonomi Indonesia akan semakin melambat di penghujung tahun ini.
Untuk diketahui, sekuritas-sekuritas besar berbendera asing kini memproyeksikan bahwa perekonomian Indonesia akan tumbuh di bawah 5% pada tahun 2019.
Melansir konsensus yang dihimpun oleh Bloomberg, JPMorgan Chase memproyeksikan ekonomi Indonesia tumbuh 4,9% pada tahun ini, sementara Deutsche Bank menaruh proyeksinya di level 4,8%.
from CNBC Indonesia https://ift.tt/2pM6rhh
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment