Wednesday, October 16, 2019

Pasar SUN RI dan Obligasi AS Beri Sinyal Resesi Menjauh

Jakarta, CNBC Indonesia -Reli penguatan harga obligasi rupiah pemerintah yang terjadi sejak akhir pekan lalu masih bertahan hingga hari ini yang juga seiring dengan sudah menghilangnya inversi tingkat imbal hasil (yield) utama obligasi Amerika Serikat (AS).Kedua kondisi itu semakin menegaskan sudah mulai menjauhnya ancaman resesi hingga saat ini dibandingkan periode setidaknya sebulan lalu. Terkait pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi pada yield pasangan seri 3 bulan-5 tahun, 2 tahun-5 tahun, dan 3 tahun-5 tahun, yang lumrah terjadi sejak perang dagang China-AS memanas April lalu.

Inversi seri yield 3 bulan -10 tahun sudah mulai memudar dan tidak terjadi lagi sejak akhir pekan lalu. Pertama kali inversi yield pasangan seri itu terjadi yaitu pada Maret tahun ini dan timbul-tenggelam.

Saat ini pelaku pasar global lebih menantikan inversi yang terjadi pada yield tenor 2 tahun-10 tahun yang mulai mereda, karena menjadi indikator yang lebih menegaskan kembali bahwa potensi resesi AS semakin dekat dibanding inversi tenor lain. Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.

Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.

Yield US Treasury Acuan 16 Okt'19

Seri

Benchmark

Yield 15 Okt'19 (%)

Yield 16 Okt'19 (%)

Selisih (Inversi)

Satuan Inversi

UST BILL 2019

3 Bulan

1.671

1.674

3 bulan-5 tahun

11

UST 2020

2 Tahun

1.622

1.588

2 tahun-5 tahun

2.4

UST 2021

3 Tahun

1.604

1.565

3 tahun-5 tahun

0.1

UST 2023

5 Tahun

1.597

1.564

3 bulan-10 tahun

-6.9

UST 2028

10 Tahun

1.769

1.743

2 tahun-10 tahun

-15.5

Sumber: Refinitiv


Naiknya harga surat utang negara (SUN) hari ini ternyata tidak senada dengan koreksi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara lain. 
Data Refinitiv menunjukkan menguatnyaharga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield). Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya. Yield yang menjadi acuan hasil investasi yang didapat investor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum. Keempat seri yang menjadi acuan pasar adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun. Seri acuan yang paling menguat adalah FR0078 yang bertenor 10 tahun dengan penurunan yield 3,9 basis poin (bps) menjadi 7,18%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.

 

Yield Obligasi Negara Acuan 16 Okt'19

Seri

Jatuh tempo

Yield 15 Okt'19 (%)

Yield 16 Okt'19 (%)

Selisih (basis poin)

Yield wajar IBPA 16 Okt'19 (%)

FR0077

5 tahun

6.629

6.637

0.80

6.5918

FR0078

10 tahun

7.22

7.181

-3.90

7.1589

FR0068

15 tahun

7.63

7.61

-2.00

7.5786

FR0079

20 tahun

7.842

7.818

-2.40

7.7797

Sumber: Refinitiv

 

Apresiasi pasar obligasi pemerintah hari ini tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) masih menguat. Indeks tersebut naik 0,31 poin (0,12%) menjadi 263,93 dari posisi kemarin 263,62.

Penguatan SBN hari ini juga membuat selisih (spread) yield obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan yield surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 543 bps, menyempit dari posisi kemarin 545 bps. Yield US Treasury 10 tahun turun lagi 2,6 bps hingga 1,74% dari posisi kemarin 1,76%.

Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 1.032,05 triliun SBN, atau 38,68% dari total beredar Rp 2.668 triliun berdasarkan data per 15 Oktober.

Angka kepemilikannya masih positif Rp 138,8 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama. Sejak akhir pekan lalu, investor asing tercatat keluar dari pasar SUN senilai Rp 1,48 triliun, sedangkan sejak awal bulan masih surplus Rp 2,66 triliun.

Dari pasar surat utang negara berkembang dan maju, mayoritas harga masih terkoreksi sehingga yield mayoritas obligasi negara naik.

Hal tersebut mencerminkan investor global sedang menghindari obligasi pemerintah karena sedang dibekap sentimen positif terkait dengan sifat instrumen utang yang dinilai lebih aman dibanding pasar ekuitas.

 

Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang

Negara

Yield 15 Okt'19 (%)

Yield 16 Okt'19 (%)

Selisih (basis poin)

Brasil

6.75

6.77

2.00

China

3.181

3.189

0.80

Jerman

-0.424

-0.401

2.30

Prancis

-0.167

-0.152

1.50

Inggris

0.693

0.687

-0.60

India

6.659

6.656

-0.30

Jepang

-0.161

-0.155

0.60

Malaysia

3.428

3.426

-0.20

Filipina

4.654

4.616

-3.80

Rusia

6.67

6.66

-1.00

Singapura

1.693

1.702

0.90

Thailand

1.54

1.555

1.50

Amerika Serikat

1.769

1.743

-2.60

Afrika Selatan

8.235

8.265

3.00

Sumber: Refinitiv

TIM RISET CNBC INDONESIA

(irv/irv)

from CNBC Indonesia https://ift.tt/2OSUVL9
via IFTTT
Share:

0 Comments:

Post a Comment