Wednesday, October 23, 2019

Setelah Kabinet, Mari Arahkan Hati ke Bank Indonesia

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia ditransaksikan menguat pada perdagangan ketiga di pekan ini, Rabu (23/10/2019). Pada perdagangan kemarin, indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 0,52%, rupiah terapresiasi 0,09% di pasar spot melawan dolar AS, dan imbal hasil (yield) obligasi terbitan pemerintah Indonesia tenor 10 tahun turun 1,4 bps.

Sebagai informasi, pergerakan yield obligasi berbanding terbalik dengan harganya. Ketika yield turun, berarti harga sedang naik. Sebaliknya, ketika yield naik, berarti harga sedang turun.

Kinerja IHSG berbanding terbalik dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang justru menutup hari di zona merah: indeks Shanghai melemah 0,43%, indeks Hang Seng turun 0,82%, indeks Straits Times berkurang 0,52%, dan indeks Kospi jatuh 0,39%.

Kinerja Wall Street yang melempem pada perdagangan hari Selasa (22/10/2019) sukses memantik aksi jual di bursa saham Benua Kuning. Pada perdagangan hari Selasa, indeks Dow Jones turun 0,15%, indeks S&P 500 melemah 0,36%, dan indeks Nasdaq Composite terkoreksi 0,72%.

Wall Street harus rehat dulu pasca sudah menguat dengan lumayan signifikan pada perdagangan hari Senin (21/10/2019). Kala itu, indeks Dow Jones naik 0,21%, indeks S&P 500 menguat 0,69%, dan indeks Nasdaq Composite terapresiasi 0,91%.

Apalagi, rilis kinerja keuangan pada perdagangan juga tak mendukung bagi pelaku pasar saham AS untuk melakukan aksi beli. Saham McDonald's misalnya, tercatat ambruk 5% pasca melaporkan penjualan dan laba bersih yang berada di bawah ekspektasi para analis untuk periode kuartal III-2019.

Lebih lanjut, rilis data ekonomi yang mengecewakan ikut memantik aksi jual di bursa saham Asia. Kemarin, tingkat inflasi inti Singapura periode September 2019 diumumkan di level 0,7% secara tahunan, di bawah konsensus yang sebesar 0,8%, seperti dilansir dari Trading Economics.

Untuk diketahui, inflasi inti merupakan indikator yang menggambarkan pergerakan harga barang dan jasa yang cenderung kecil fluktuasinya. Inflasi inti mengeluarkan barang dan jasa yang fluktuasi harganya cenderung tinggi seperti bahan makanan, serta barang dan jasa yang harganya diatur oleh pemerintah.

Ketika inflasi inti merangkak naik, kemungkinan besar penyebabnya adalah kenaikan permintaan yang berarti daya beli masyarakat semakin kuat. Inflasi inti periode September 2019 yang lebih rendah dari ekspektasi lantas menggambarkan bahwa tambahan kekuatan atas daya beli masyarakat Singapura tidaklah sebesar yang diharapkan para ekonom.

BERLANJUT KE HALAMAN 2 -> Kinerja Keuangan Memble, Wall Street Tetap Hijau


(ank)

from CNBC Indonesia https://ift.tt/347aYJJ
via IFTTT
Share:

0 Comments:

Post a Comment