Larangan ekspor yang disepakati berlaku 1 Januari 2020, bisa diberlakukan lebih cepat karena kesepakatan ini.
"Ini kesepakatan bersama antara asosiasi dan pemerintah," ungkap Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia, di Kantor BKPM, Senin (28/10/2019).
Hasil kesepakatan ini merupakan win-win bagi para pelaku usaha, baik pemilik smelter maupun penambang. Terutama soal harga dan kejelasan surveyor yang selama ini dipermasalahkan oleh para penambang.
Harga akan disesuaikan dengan harga pasar dan dikurangi pajak serta transhipment, sementara surveyor akan disepakati bersama oleh pemilik smelter dan penambang untuk transparansi dan tak ada keluhan.
Sekjen Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Meidy Katrin Lengkey, mengatakan kesepakatan ini sesuai dengan harapan para penambang. Terutama soal harga.
"Sesuai dengan perjuangan APNI selama ini," kata dia.
Namun, untuk memastikan proses kebijakan pelarangan ekspor nikel ini berjalan sesuai dengan kesepakatan, APNI memberikan 6 catatan. Berikut rinciannya:
- Harga jual dalam negeri harus sesuai HPM (Harga Patokan Mineral) terhitung tgl 1 November 2019
- Batasan Kadar ore seperti ekspor, harus kadar rendah, maksimal 1.7%
- Menggunakan 2 surveyor untuk pelabuhan muat dan bongkar, jika terjadi perbedaan kadar, harus hadirkan surveyor ke 3 yang disepakati bersama
- Pemerintah harus memberikan sanksi yang tegas terhadap Smelter atau IUP yang tidak mengikuti HPM
- APNI menunggu kepastian hukum, aturan regulasi yang mengatur tata niaga nikel domestik.
- APNI menjadi mata dan saksi di lapangan untuk ikut memantau perdagangan nikel ore
from CNBC Indonesia https://ift.tt/369ZUx2
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment