Thursday, October 24, 2019

Draghi, "Sang Penyelamat" Zona Euro Pamit Saat PMI Memburuk

Jakarta, CNBC Indonesia - Aktivitas bisnis (sektor manufatur dan jasa) di zona euro menjadi sorotan karena belum menunjukkan perubahan berarti. Di tengah kondisi demikian, Mario Draghi "sang penyelamat" zona euro mengakhiri masa jabatannya sebagai Presiden European Central Bank (ECB).

Sektor manufaktur blok 19 negara tersebut terutama menjadi sorotan. Jerman negara dengan nilai ekonomi terbesar sekaligus motor penggerak perekonomian Eropa mengalami kontraksi aktivitas manufaktur selama 10 bulan beruntun.

IHS Markit melaporkan purchasing managers' indeks (PMI) sektor manufaktur Jerman bulan September sebesar 41,4, turun dari bulan sebelumnya 43,5. Sementara sektor jasa meski masih berekspansi mengalami pelambatan menjadi 52,5 dari sebelumnya 54,8.


Indeks ini menggunakan angka 50 menjadi ambang batas, di atas 50 menunjukkan ekspansi atau peningkatan aktivitas, sementara di bawah 50 menunjukkan kontraksi atau aktivitas yang memburuk.

Akibat kontraksi yang dialami Jerman, sektor manufaktur zona euro secara keseluruhan juga mengalami kontraksi. Angka yang dirilis oleh IHS Markit hari ini menunjukkan angka indeks manufaktur 45,7, mengalami kontraksi dalam sembilan bulan beruntun. Kondisi Prancis agak lebih baik karena sektor manufakturnya masih mempertahankan ekspansi.

Tahun lalu, kondisi ekonomi zona euro sebenarnya sudah cukup bagus, bahkan ECB berencana menaikkan suku bunga tahun ini. Namun, kondisi lantas berbalik ketika memasuki tahun 2019, dengan munculnya tanda-tanda pelambatan ekonomi yang bahkan diprediksi berujung pada resesi di beberapa negara Benuar Biru, termasuk Jerman.

Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China menjadi penyebab perlambatan ekonomi zona euro. Jerman merupakan negara yang mengandalkan ekspor sebagai penggerak ekonominya, perang dagang AS-China membuat arus perdagangan internasional tersendat, dan memukul ekonomi Jerman.

Pertumbuhan ekonomi Negeri Panser di kuartal II-2019 mengalami kontraksi sebesar 0,1% quarter-on-quarter (QoQ). Dengan aktivitas manufaktur yang terus memburuk, maka di kuartal III-2019 Jerman berpeluang besar kembali mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi lagi, sehingga masuk ke jurang resesi.

Resesi yang dialami Jerman tentunya akan berdampak buruk ke negara-negara lainnya di zona euro. Ketika sang raksasa sedang lesu, tentunya permintaan impor akan menjadi berkurang. Dan ketika permintaan berkurang, negara pengekspor ke Jerman akan turut terkena dampaknya dengan mengalami pelambatan aktivitas penjualan dan pemasukan.

(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

(pap/pap)



from CNBC Indonesia https://ift.tt/2BHgvdK
via IFTTT
Share:

0 Comments:

Post a Comment