IHSG berhasil mengekor kinerja dari mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang sedang ditransaksikan di zona hijau: indeks Nikkei naik 0,37%, indeks Hang Seng menguat 0,1%, dan indeks Straits Times terapresiasi 0,18%.
Kembali hadirnya optimisme bahwa The Federal Reserve (The Fed) selaku bank sentral AS akan bertindak lebih dovish dalam pertemuannya bulan ini menjadi faktor yang memantik aksi beli di bursa saham Benua Kuning.
Optimisme tersebut kembali hadir pasca rilis data ekonomi AS yang mengecewakan. Kemarin (24/7/2019), pembacaan awal atas data Manufacturing PMI periode Juli 2019 diumumkan di level 50 oleh Markit, di bawah konsensus yang sebesar 50,9, dilansir dari Forex Factory.
Sebagai informasi, nilai sebesar 50 menunjukkan bahwa aktivitas manufaktur di AS tak membukukan ekspansi pada bulan Juli jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya, walaupun di sisi lain juga tak membukukan kontraksi. Dilansir dari Trading Economics, Manufacturing PMI senilai 50 tersebut merupakan yang terendah yang pernah dibukukan AS sejak September 2009.
Dengan lesunya laju perekonomian AS, praktis The Fed menjadi memiliki alasan yang lebih kuat untuk memangkas tingkat suku bunga acuan secara lebih agresif.
Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak fed fund futures per 24 Juli 2019, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 50 bps pada pertemuan bulan ini naik menjadi 25,6%, dari 20,9% sehari sebelumnya.
Sebelumnya, optimisme bahwa The Fed akan bertindak lebih dovish sempat memudar lantaran pernyataan dari John Williams selaku New York Federal Reserve President 'didinginkan' oleh Federal Reserve Bank of New York.
Pada pekan lalu, Williams mengatakan bahwa The Fed perlu untuk "bertindak cepat" di tengah pelemahan ekonomi yang saat ini tengah terjadi, dilansir dari CNBC International.
"Lebih baik untuk mengambil langkah pencegahan ketimbang menunggu datangnya bencana," kata Williams.
Namun kemudian, Federal Reserve Bank of New York mengeluarkan pernyataan yang menyebut bahwa pernyataan dari Williams bersifat akademis dan tidak mencerminkan arah kebijakan moneter dari bank sentral paling berpengaruh di dunia tersebut.
Diharapkan, pemangkasan tingkat suku bunga acuan yang lebih agresif bisa menghindarkan perekonomian AS dari yang namanya hard landing. Sebelumnya, Bank Dunia (World Bank) memproyeksikan perekonomian AS tumbuh sebesar 2,5% pada tahun 2019, sebelum kemudian turun drastis menjadi 1,7% pada tahun 2020. Pada tahun 2018, perekonomian AS tumbuh hingga 2,9%, menandai laju pertumbuhan tertinggi sejak tahun 2015 silam.
Kala perekonomian AS melaju di level yang relatif tinggi, laju perekonomian dari negara-negara lain juga akan terkerek naik. Maklum, AS merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar di planet bumi. (ank/hps)
from CNBC Indonesia https://ift.tt/30Oga3g
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment