Wednesday, July 31, 2019

Emiten Mini Mau IPO, Ini Lho Aturan Mainnya

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Efek Indonesia membuka 'keran' bagi perusahaan dengan skala usaha kecil dan menengah (UKM) untuk bisa mencatatkan saham di pasar modal melalui penawaran perdana saham atau initial public offering (IPO).

Dengan begitu, tak hanya perusahaan skala besar yang bisa menjadi emiten di BEI, namun perusahaan 'mini' juga bisa meramaikan pasar modal.


Emiten skala ini akan mendapatkan tempat khusus di bursa dengan papan pencatatan berbeda, yakni Papan Akselerasi. Untuk itu, bursa telah menerbitkan Peraturan Nomor I-V tentang Ketentuan Khusus Pencatatan Saham dan Efek Bersifat Ekuitas Selain Saham di Papan Akselerasi yang Diterbitkan oleh Perusahaan Tercatat.



Berdasarkan aturan yang diterbitkan tersebut, terdapat beberapa kelonggaran yang diberikan BEI untuk pencatatan saham tersebut.

Perusahaan yang diklasifikasikan sebagai perusahaan kecil adalah perusahaan yang memiliki aset maksimal Rp 50 miliar. Sedangkan perusahaan menengah dikelompokkan dari perusahaan yang memiliki kisaran aset Rp 50 miliar-Rp 250 miliar.

Dalam aturan ini disebutkan bahwa perusahaan yang ingin menjadi calon emiten boleh mencatatkan kerugian saat perusahaan ini tercatat di bursa. Tetapi, calon emiten ini wajib telah membukukan pendapatan usaha pada tahun buku terakhir.

Maksimal kerugian ini bisa sampai 6 tahun setelah perusahaan dicatatkan dengan catatan perusahaan ini bisa memberikan proyeksi laba ke depan dan memberikan perkembangan perusahaan dari waktu ke waktu.

Jumlah investor yang wajib dimiliki ketika perusahaan ini listing (tercatat) sekurangnya ada 300 pihak, berbeda dengan emiten yang tercatat di Papan Pengembangan yang sekurangnya 500 pihak dan Papan Utama sebanyak 1.000 pihak.

Laporan keuangan yang digunakan untuk proses listing diizinkan merupakan laporan keuangan dalam kurun waktu 1 tahun terakhir. Berbeda dengan calon emiten di Papan Utama dan Papan Pengembangan yang menggunakan laporan keuangan 6 bulan terakhir.

Perlu diketahui, untuk emiten dengan skala kecil hanya bisa meraih dana maksimal senilai Rp 50 miliar dan emiten skala menengah maksimal boleh mengantongi Rp 250 miliar dengan melepas minimal 20% sahamnya dari modal ditempatkan dan disetor.

Setelah listing, saham pengendali juga akan mengalami lock up selama 6 bulan pencatatan. Hal ini ditujukan untuk menunjukkan komitmen dari pemegang saham pengendali perusahaan dalam rangka perlindungan investor.

Nantinya perusahaan ini bisa pindah dari papan akselerasi ke Papan Pengembangan atau bisa juga Papan Utama. Syaratnya sudah beroperasi secara komersial dalam usaha utama selama 12 bulan dan 36 bulan.

Untuk migrasi ke Papan Utama wajib memiliki aset berwujud bersih (net tangible asset) senilai Rp 100 miliar, sedangkan ke Papan Pengembangan minimal Rp 5 miliar.

Emiten Mini Mau IPO, Ini Lho Aturan Mainnya!Foto: Papan Utama dan Papan Pengembangan/gopublic.idx.co.id

Masuk ke Papan Pengembangan juga wajib memiliki laba usaha Rp 1 miliar satu tahun terakhir dengan kapitalisasi saham minimal Rp 100 miliar, atau mengantongi pendapatan usaha juga wajib mencapai Rp 40 miliar dengan kapitalisasi saham senilai Rp 200 miliar.

Dalam hal pelaporan keuangan, emiten di papan ini hanya diwajibkan menyerahkan dua laporan keuangan dalam setahun, yakni laporan keuangan tengah tahun dan laporan keuangan tahunan.

Sebagai perbandingan, Indonesia terbilang lambat dalam mengembangkan papan ini, sebab bursa negara lainnya di regional seperti Thailand, Malaysia dan Singapura telah terlebih dahulu memiliki papan khusus untuk perusahaan sekelas UKM ini. Bahkan China baru saja merilis apa yang disebut Star Market untuk pencatatan perusahaan rintisan.

(tas)

from CNBC Indonesia https://ift.tt/2GER2Ey
via IFTTT
Share:

0 Comments:

Post a Comment