Monday, July 29, 2019

Semesta Tak Mendukung, Wall Street Diprediksi ke Zona Merah

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Wall Street AS diprediksi akan dibuka di zona merah pada perdagangan hari ini, Senin (29/7/2019). Hingga pukul 17:40 WIB, kontrak futures Dow Jones mengimplikasikan penurunan sebesar 24 poin pada saat pembukaan perdagangan nanti malam, sementara S&P 500 dan Nasdaq Composite diimplikasikan turun masing-masing sebesar 4 dan 16 poin.

Sentimen yang menyelimuti perdagangan hari ini memang tak mendukung bagi pelaku pasar untuk melakukan aksi beli di bursa saham AS.

Sentimen negatif yang pertama datang dari gelaran negosiasi dagang AS-China. Pada hari Selasa (30/7/2019), delegasi AS dan China akan bertemu di Shanghai untuk menggelar negosiasi dagang selama dua hari.


Walaupun iktikat baik kedua negara untuk kembali ke meja perundingan merupakan sesuatu yang sangat positif, namun jalannya negosiasi memang patut untuk dikawal ketat oleh pelaku pasar.

Pasalnya, Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin sempat mengakui bahwa pada saat ini ada banyak masalah yang belum bisa dipecahkan oleh kedua belah pihak.

"Saya akan mengatakan bahwa ada banyak permasalahan (yang belum bisa dipecahkan)," kata Mnuchin, dilansir dari CNBC International.

Kemudian pada hari Jumat (26/7/2019), Presiden AS Donald Trump menyebut bahwa ada kemungkinan China tidak ingin meneken kesepakatan dagang hingga setelah pemilihan presiden (Pilpres) tahun 2020.

Hal ini dikarenakan China akan bisa menegosiasikan kesepakatan yang lebih menguntungkan pihaknya dengan presiden AS yang baru (dengan asumsi Trump kalah pada Pilpres 2020).


Sebelumnya, pejabat Gedung Putih memberi sinyal bahwa kesepakatan dagang kedua negara membutuhkan waktu yang lama untuk bisa diteken atau sekitar enam bulan. Ada kemungkinan yang besar bahwa perang dagang AS-China akan berlanjut hingga ke tahun 2020.

Kalau negosiasi dagang antar kedua negara tak berjalan dengan mulus, tentu potensi eskalasi perang dagang menjadi tak bisa dikesampingkan. Sejauh ini, AS telah mengenakan bea masuk baru terhadap produk impor asal China senilai US$ 250 miliar, sementara China membalas dengan mengenakan bea masuk baru bagi produk impor asal AS senilai US$ 110 miliar.

Sentimen negatif yang kedua bagi bursa saham AS datang dari pertemuan Federal Reserve (The Fed) selaku bank sentral AS yang akan digelar pada tanggal 30 dan 31 Juli waktu setempat.

Sekadar mengingatkan, probabilitas The Fed memangkas tingkat suku bunga acuan hingga 50 bps pada pekan ini sempat meroket ke atas 50% pasca John Williams selaku New York Federal Reserve President mengatakan bahwa The Fed perlu untuk "bertindak cepat" di tengah pelemahan ekonomi yang saat ini tengah terjadi, dilansir dari CNBC International.

Namun kini, ekspektasi yang ada justru adalah The Fed hanya akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps.

Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak fed fund futures per 29 Juli 2019, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps pada pertemuan pekan ini adalah sebesar 78,1%.

Sementara itu, probabilitas tingkat suku bunga acuan dipangkas hingga 50 bps berada di level 21,9%.


Dikhawatirkan, absennya pemangkasan tingkat suku bunga acuan secara signifikan, dikhawatirkan perekonomian AS akan mengalami yang namanya hard landing.

Sebelumnya, Bank Dunia (World Bank) memproyeksikan perekonomian AS tumbuh sebesar 2,5% pada tahun 2019, sebelum kemudian turun drastis menjadi 1,7% pada tahun 2020. Pada tahun 2018, perekonomian AS tumbuh hingga 2,9%, menandai laju pertumbuhan tertinggi sejak tahun 2015 silam.

Pada hari ini, tidak ada data ekonomi yang dijadwalkan dirilis di AS dan tidak ada anggota The Fed yang dijadwalkan berbicara.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(ank/tas)

from CNBC Indonesia https://ift.tt/2Gy8A58
via IFTTT
Share:

0 Comments:

Post a Comment