Monday, July 22, 2019

Arah The Fed Tak Jelas, IHSG Grogi dan Koreksi di Awal Pekan

Jakarta, CNBC Indonesia - Mengawali perdagangan pertama di pekan ini dengan kenaikan tipis 0,08% ke level 6.461,41, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dengan cepat berbalik arah ke zona merah dan tak pernah lagi merasakan manisnya zona hijau.

Per akhir sesi dua, IHSG melemah 0,36% ke level 6.433,55. IHSG lantas memutus rentetan penguatan selama dua hari beruntun.

Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendorong IHSG melemah di antaranya: PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (-1,15%), PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk/CPIN (-3,57%), PT United Tractors Tbk/UNTR (-2,47%), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (-1,27%), dan PT Bank Pan Indonesia Tbk/PNBN (-3,85%).

Kinerja IHSG senada dengan seluruh bursa saham utama kawasan Asia yang sedang kompak ditransaksikan melemah: indeks Nikkei turun 0,23%, indeks Shanghai ambruk 1,27% indeks Hang Seng jatuh 1,37%, indeks Straits Times melemah 0,68%, dan indeks Kospi terkoreksi 0,05%.

Ekspektasi bahwa The Federal Reserve (The Fed) selaku bank sentral AS tak akan bertindak kelewat dovish menjadi faktor yang memantik aksi jual di bursa saham regional.

Sejatinya, sempat membuncah optimisme yang begitu besar bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan hingga 50 bps dalam pertemuannya bulan ini. Optimisme tersebut membuncah seiring dengan komentar yang dilontarkan John Williams selaku New York Federal Reserve President.

Williams mengatakan bahwa The Fed perlu untuk "bertindak cepat" di tengah pelemahan ekonomi yang saat ini tengah terjadi, dilansir dari CNBC International.

"Lebih baik untuk mengambil langkah pencegahan ketimbang menunggu datangnya bencana," kata Williams.

Namun, pernyataan tersebut kemudian didinginkan oleh Federal Reserve Bank of New York yang menyebut bahwa pernyataan dari Williams tersebut bersifat akademis dan tidak mencerminkan arah kebijakan moneter dari bank sentral paling berpengaruh di dunia tersebut.

Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak fed fund futures per 22 Juli 2019, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 50 bps pada pertemuan bulan ini hanya tersisa 24,5%. Padahal sebelumnya, merespons pernyataan dari Williams, probabilitasnya sempat melonjak menjadi ke atas 50%.

Kini, pelaku pasar meyakini bahwa pemangkasan tingkat suku bunga acuan yang akan dieksekusi oleh The Fed pada akhir bulan ini hanya sebesar 25 bps, di mana probabilitasnya mencapai 75,5%.

Absennya pemangkasan tingkat suku bunga acuan yang signifikan dikhawatirkan akan membuat negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia tersebut mengalami hard landing.

Sebelumnya, Bank Dunia (World Bank) memproyeksikan perekonomian AS tumbuh sebesar 2,5% pada tahun 2019, sebelum kemudian turun drastis menjadi 1,7% pada tahun 2020. Pada tahun 2018, perekonomian AS tumbuh hingga 2,9%, menandai laju pertumbuhan tertinggi sejak tahun 2015 silam.

Kala perekonomian AS diterpa hard landing, dipastikan dampaknya terhadap perekonomian dunia akan signifikan, mengingat AS merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia. (ank/ank)



from CNBC Indonesia https://ift.tt/2Swijxz
via IFTTT
Share:

0 Comments:

Post a Comment