Saturday, August 3, 2019

Harga Obligasi AS Reli, Harga SUN Malah 'Gigit Jari'

Jakarta, CNBC Indonesia - Batalnya kelanjutan penurunan suku bunga acuan AS serta potensi berlanjutnya perang dagang AS-China sukses mendorong kenaikan harga obligasi AS, tetapi justru menekan harga surat utang negara (SUN) di pasar domestik pada perdagangan sepekan ini hingga Jumat (2/8/2019).

Harga obligasi AS yang naik otomatis menekan tingkat imbal hasil (yield)-nya karena pergerakan harga dan yield di pasar obligasi saling bertolak belakang. Begitu juga dengan obligasi rupiah pemerintah Indonesia dan surat utang lain. 

Reuters melaporkan bahwa penurunan yield AS menjadi yang terbesar sejak 1 Juni 2012 dan membuat yield-nya kembali ke level terendah sejak 9 November 2016. 


Risiko yang membesar itu membuat investor global memburu US Treasury, nama lain obligasi pemerintah AS, karena dianggap sebagai aset yang lebih aman (safe haven instrument) dibanding aset di pasar keuangan yang lain terutama pasar saham. 

"Pasar akan memaksa The Fed menurunkan suku bunga acuannya lagi karena perselisihan dagang [China dan AS yang memanas]. Data [ekonomi] domestik tidak akan melakukannya [membuat the Fed menurunkan suku bunga acuan]," ujar Robert Tipp, chief investment strategist PGIM Fixed Income di Newark, New Jersey, kutip Reuters

Data Refinitiv menunjukkan yield US Treasury seri acuan 10 tahun naik 22,6 basis poin (bps) menjadi 1,85% kemarin. Besaran 100 bps setara 1%. 

Di sisi lain, karena ukuran yang masih sangat kecil dibanding pasar obligasi pemerintah AS dan pasar obligasi pemerintah negara maju lain, pasar obligasi mata uang lokal di Indonesia justru terkoreksi. 

Risiko berinvestasi di SUN dianggap sama dengan risiko di aset keuangan lain di dalam negeri seperti rupiah dan saham sehingga pergerakannya linear. Dengan meningkatnya risiko, harga SUN juga tertekan dan mengangkat yield tenor acuan 10 tahun sebesar 32,8 bps menjadi 7,54%. 


Naiknya yield SUN tersebut turut membuat selisih yield obligasi rupiah pemerintah seri FR0078 bertenor 10 tahun dengan US Treasury bertenor sama melebar menjadi 568 bps, atau 5,68%.

Hal ini mencerminkan investor asing masih menjauhi pasar SUN, tetapi di sisi lain juga memberi pemanis bagi investor global yang ingin masuk ke pasar SUN dibanding membeli US Treasury.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(irv/tas)

from CNBC Indonesia https://ift.tt/31eGRhH
via IFTTT
Share:

0 Comments:

Post a Comment