Friday, August 9, 2019

Geger Currency War, Perbankan Waspadai Sektor-sektor Ini!

Jakarta, CNBC Indonesia - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menilai terjadinya currency war atau perang mata uang di global saat ini tak mempengaruhi kinerja perbankan Indonesia, sebab portofolio kredit perbankan untuk ekspor-impor masih terbilang rendah. Porsi kredit perbankan masih dominan dalam negeri.

Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah mengatakan currency war di tahun-tahun pertama tak akan mempengaruhi perbankan Indonesia. Adapun untuk sektor di luar perbankan, dampak perang mata uang sangat bergantung pada neraca masing-masing perusahaan atau korporasi, terutama dalam hal rasio utang luar negeri.


"Perbankan kita ini sangat kuat dominasinya dalam memberikan pembiayaan ke dalam negeri, untuk sektor ekspor-impor tidak terlalu banyak hanya sekitar di bawah 20% bank kita yang memberikan kredit untuk yang terkait ekspor impor," kata Halim dalam wawancara khusus CNBC Indonesia TV, dikutip Sabtu (10/8/2019).

Dia menegaskan, untuk sektor lain, perlu diperhatikan rasio utang korporasi terhadap produk domestik bruto (PDB) dalam negeri. Menurut Halim, posisi ini masih dinilai cukup rendah.

Sektor pertambangan dan infrastruktur dengan utang tinggi juga menjadi sektor yang paling rentan jika currency war ini terus berlanjut.

Dalam kondisi tersebut, perbankan juga mulai selektif dalam memberikan pembiayaan dan mewaspadai sektor-sektor yang dinilai berisiko. Beberapa sektor yang masih akan dilirik seperti konsumsi, properti dan sektor infrastruktur.

"Sementara sektor lain bank-bank akan berhati-hati, jadi mereka akan lebih selektif dalam memberikan kredit," imbuh dia.

Pasar global saat ini mencermati dampak dari perang mata uang antara AS-China yang bermula dari perang dagang kedua negara. Currency war terjadi ketika yuan China 'sengaja' dilemahkan oleh Tiongkok ke posisi US$ 7/yuan.

Depresiasi yuan membuat produk-produk asal China menjadi lebih murah di pasar global, sehingga mendongkrak kinerja ekspor Negeri Tirai Bambu. Jadi walau sulit masuk pasar AS, negara tujuan ekspor utama, China bisa leluasa berpenetrasi ke negara-negara lain.

Bank sentral China atau People's Bank of China, (PBoC) pada Senin lalu (5/8/2019) menetapkan nilai tengah kurs yuan sebesar CNY 6,922/US$ yang merupakan terendah sejak 3 Desember 2018. Sementara pada akhir perdagangan Jumat kemarin kurs yuan ditutup pada level CNY 7,03/US$ yang merupakan posisi paling lemah sejak Maret 2008.

(tas)

from CNBC Indonesia https://ift.tt/2MaPfLL
via IFTTT
Share:

0 Comments:

Post a Comment