Thursday, August 15, 2019

Data Ekonomi AS Cerah, tapi Dolar Masih Melempem

Jakarta, CNBC Indonesia - Dolar masih melempem di awal perdagangan sesi Amerika Serikat (AS) Kamis (15/8/19) meski serangkaian data ekonomi dari Negeri Paman Sam terlihat cerah.

Isu resesi masih cukup kuat menekan the greenback. Pada pukul 20:00 WIB, indeks dolar berada di level 97,94 atau melemah tipis 0,05%, berdasarkan data Refinitiv.

Indeks dolar dibentuk dari enam mata uang yakni euro, yen, poundsterling, dolar Kanada, krona Swedia, dan franc Swiss. Indeks ini juga dijadikan tolak ukur kekuatan dolar AS terhadap mata uang lainnya.

Terpantau di waktu yang sama euro dan poundstreling masing-masing menguat 0,03% dan 0,51%, sementara yen melemah 0,32%. Ketiga mata uang tersebut berkontribusi 83% terhadap pembentukan indeks dolar, dengan euro menjadi kontributor terbesar yakni 57,6%.

Departemen Perdagangan AS pada pukul 19:30 WIB lalu melaporkan data penjualan ritel bulan Juli tumbuh sebesar 0,7% sementara penjualan ritel inti (tidak memasukkan sektor otomotif dalam perhitungan) tumbuh 1%. Rilis tersebut lebih tinggi dibandingkan prediksi di Forex Factory sebesar 0,3% dan 0,4%.

Satu lagi data dari AS yakni aktivitas manufaktur wilayah Philadelphia, dimana angka indeksnya di bulan ini sebesar 16,8. Meski turun dari bulan sebelumnya 21,8, tetapi masih lebih tinggi dari prediksi Forex Factory sebesar 10,1.

Rilis data tersebut belum sanggup mendongkrak kinerja dolar AS yang masih dihantui resesi yang terlihat dari inversi yield obligasi (Treasury) AS.


Inversi merupakan keadaan di mana yield atau imbal hasil obligasi tenor pendek lebih tinggi daripada tenor panjang. Dalam situasi normal, yield obligasi tenor pendek seharusnya lebih rendah. Inversi menunjukkan bahwa risiko dalam jangka pendek lebih tinggi ketimbang jangka panjang. Oleh karena itu, inversi kerap dikaitkan dengan pertanda resesi.

Inversi terjadi pada yield obligasi pemerintah AS atau US Treasury tenor 2 tahun dengan tenor 10 tahun. Ini adalah inversi pertama untuk dua tenor tersebut sejak Juni 2007, atau beberapa bulan sebelum meletusnya krisis keuangan global.

Data dari Credit Suisse menunjukkan sejak tahun 1978 terjadi lima kali inversi yield Treasury tenor 2 tahun dan 10 tahun dan semuanya merupakan awal terjadinya resesi. Rata-rata resesi akan terjadi 22 bulan setelah inversi tersebut muncul, sebagaimana dikutip CNBC International.


Data Ekomomi AS Cerah, Tapi Dolar Masih MelempemGrafik: Probabilitas Suku Bunga The Fed Bulan Desember
Sumber: CME Group

Pasca munculnya inversi tersebut, pelaku pasar semakin yakin bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) agresif dalam memangkas suku bunga di tahun ini. Data dari piranti FedWatch milik CME Group pada pukul 20:00 WIB, menunjukkan probabilitas suku bunga 1,25%-1,5% sebesar 40,4%, sementara probabilitas suku bunga 1,5%-1,75% sebesar 40,6%.

Dua probabilitas tersebut menjadi yang terbesar dibandingkan dengan probabilitas suku bunga yang lainnya. Ini berarti pelaku pasar melihat The Fed akan memangkas suku bunga lagi setidaknya dua kali lagi di sisa tahun ini. Hal inilah yang membuat dolar masih sulit untuk bangkit pada hari ini.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(pap/pap)



from CNBC Indonesia https://ift.tt/2N6QDPo
via IFTTT
Share:

0 Comments:

Post a Comment