Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto menuturkan, kondisi saat ini persetujuan revisi Plan of Development (POD) tersebut masih belum bisa diselesaikan, sebab masih berkutat pada diskusi mengenai insentif.
Mantan bos Pertamina dan Semen Indonesia ini mengatakan pihaknya akan memberikan penjelasan lebih lanjut pada akhir bulan ini.
"Nanti kita lihat ya, update-nya nanti kami berikan akhir Juli ini, sabar ya," ujar Dwi saat dijumpai di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (22/7/2019).
Sebelumnya, PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) menyampaikan bahwa perseroa belum mencapai kesepakatan dengan pemerintah terkait pembahasan Proyek IDD.
Baik CPI maupun pemerintah masih berkutat pada masalah keekonomian yang menyebabkan proposal rencana pengembangan tersebut tak kunjung disetujui.
Senior Vice President Policy and Government and Public Affairs Chevron Pacific Indonesia Wahyu Budiarto mengatakan, Chevron dengan Pemerintah Indonesia memiliki cara pandang yang berbeda dalam melihat nilai keekonomian.
"Bahwa yang kami anggap keekonomian, belum tentu keekonomian buat negara. Apa yang menurut negara cukup untuk kontraktor belum tentu cukup buat kami. Jadi ini masih jalan," ujar Budi saat ditemui di Kantor Chevron di Jakarta, Selasa, (21/5/2019) malam.
Kendati demikian, ia menuturkan, sudah mulai ditemukan titik terang terkait persoalan tersebut. Hanya saja, Wahyu masih enggan menyampaikan opsi-opsi apa saja yang akan diambil Chevron dan pemerintah.
Dwi Soetjipto mengakui, pembahasan masalah split tersebut memang tidak mudah dan alot. Sebab, hingga saat ini skema kontrak bagi hasil dalam proyek ini masih menggunakan cost recovery hingga 2028, setelah perpanjangan kontrak, barulah menggunakan skema gross split.
Dengan skema gross split, maka pendapatan/produksi dibagi antara pemerintah dan kontraktor. Pemerintah juga tidak berbagi risiko biaya produksi dan hanya menerima bagian dari pendapatan kotor penjualan. Adapun cost recovery, keuntungan dibagi antara pemerintah dan kontraktor dan keduanya juga berbagi risiko biaya.
![]() |
Kendati demikian, tambah Dwi, pihaknya menargetkan, penentuan besaran split IDD tersebut harus rampung di semester I tahun ini.
Kini, terembus kabar, kalau Chevron juga akan meninggalkan proyek IDD.
Megaproyek senilai US$ 5 miliar atau Rp 70 triliun (kurs Rp 14.000/dolar AS) tersebut dikabarkan akan berganti operator. Raksasa migas AS, Chevron, yang semula bakal mengembangkan proyek ini, disebut-sebut akan diganti.
Berdasarkan informasi yang diterima CNBC Indonesia dari pejabat di SKK Migas. Isu bakal bergantinya operator tersebut jadi pembahasan hangat di lembaga tersebut, apalagi hal ini disampaikan oleh seorang petinggi di SKK saat rapat kerja digelar di kantor mereka, Sabtu pekan lalu.
"Dalam waktu dekat akan ada pergantian operator IDD," ujar si sumber kepada CNBC Indonesia, menirukan ucapan si petinggi di rapat tersebut, Senin (22/7/2019).
Namun, Wakil Kepala SKK Migas Sukandar membantah soal kabar pergantian operator ini. "Tetap Chevron," kata Sukandar dalam pesan singkatnya kepada CNBC Indonesia, Senin (22/7/2019).
Di sisi lain, External Affair Adviser Chevron Asia Pacific Cameron Van Ast menjawab formal dengan mengatakan, sampai saat ini perusahaan masih intens berkomunikasi dengan SKK Migas.
"Kami masih kontak secara reguler dengan SKK Migas. Bagaimanapun, sesuai dengan kebijakan kami, kami tidak bisa membuka rinci tentang pembahasan dengan SKK Migas tersebut," jawab Cameron dalam surat elektronik kepada CNBC Indonesia.
Situs Chevron mencatat ada dua proyek pengembangan gas laut dalam di Kutei Basin (Cekungan Kutai), Pulau Kalimantan, yang dikenal dengan Indonesia Deepwater Development (IDD). Chevron memiliki 62 persen kepemilikan di proyek Bangka dan mengumumkan pencapaian produksi gas dari proyek tersebut pada 31 Agustus 2016.
Simak noda minyak di Laut Karawang.
from CNBC Indonesia https://ift.tt/2GoEi4E
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment