Data dari Office for National Statistic (ONS) menunjukkan pertumbuhan ekonomi atau produk domestik bruto (PDB) Inggris sebesar -0,2% alias berkontraksi di kuartal-II tahun ini dari kuartal sebelumnya yang tumbuh 0,5%. Kontraksi tersebut merupakan yang pertama sejak kuartal-IV 2012.
Kontraksi yang dialami Inggris bahkan terjadi sebelum keluar dari Uni Eropa pada 31 Oktober nanti, dan kin ancaman resesi menjadi semakin nyata. Suatu negara dikatakan mengalami resesi jika PDB-nya berkontraksi dua kuartal berturut-turut.
Inggris diprediksi akan mengalami resesi seandainya keluar dari Uni Eropa tanpa kesepakatan apapun atau yang dikenal dengan istilah no-deal Brexit. Namun kini, sebelum Brexit terjadi ekonomi Inggris malah sudah berkontraksi.
Pasca rilis data tersebut, poundsterling amblas ke level US$ 1,2054 menjadi yang terlemah sejak Januari 2017. Kala itu level terlemah poundsterling adalah US$ 1,1979.
Mundur lagi ke belakang, poundsterling mengalami flash crash pada 7 Oktober 2016, ketika secara tiba-tiba poundsterling jeblok ke level US$ 1,1450, namun tidak lama kemudian kembali pulih dan mengakhiri perdagangan hari itu di level US$ 1,2432, melansir data Refinitiv.
Titik terendah saat flash crash tersebut merupakan level terlemah 31 tahun poundsterling melawan dolar AS. Saat itu nilai tukar poundsterling tiba-tiba jeblok hampir 10%, dan dengan cepat berbalik lagi. Belum jelas penyebabflash crash, tetapi media-media internasional melaporkan hal itu sebagai akibat aksi jual besar yang dilakukan sistem komputer.
Jika tidak melihat titik terendah saat flash crash, maka level terlemah poundsterling dalam 21 tahun terakhir adalah US$ 1,2054 di bulan Januari 2017. Melihat posisi saat ini, level tersebut tidak terlalu jauh, jika berhasil, dilewati, maka poundsterling akan mencatat level terlemah 34 tahun melawan dolar AS.
Potensi tercapainya level tersebut cukup besar mengingat poundsterling sedang dihantam sentimen dari kemungkinan no-deal Brexit.
Kemungkinan terjadinya no-deal Brexit semakin menguat di pekan ini setelah Uni Eropa mengatakan pemerintah Inggris di bawah Perdana Menteri (PM) Boris Johnson tidak memiliki rencana atau proposal baru untuk ditawarkan ke Uni Eropa.
Selain itu, hasil survei Reuters terhadap para ekonom pada periode 2-7 Agustus lalu menunjukkan potensi terjadinya no-deal Brexit sebesar 35%, naik dibandingkan survei yang dilakukan bulan Juli lalu sebesar 30%.
PM Johnson sebelumnya selalu menegaskan akan membawa Inggris keluar dari Uni Eropa pada 31 Oktober nanti dengan kesepakatan atau tanpa kesepakatan (no-deal).
Jika benar hal tersebut terjadi, atau indikasi kuat mengarah kesana, poundsterling amblas lagi bahkan diprediksi akan mencapai level paritas (1 poundsterling = 1 dolar AS) jika terjadi no-deal Brexit.
Morgan Stanley menjadi bank yang memprediksi pound akan mencapai level paritas tersebut. Skenario kurs poundsterling mencapai US$1 sampai US$1,1 dikatakan akan terjadi seandainya Inggris keluar dari Uni Eropa tanpa kesepakatan alias no-deal Brexit. Morgan Stanley melihat peluang terjadinya hal tersebut semakin menguat, melansir Bloomberg.com.
Tidak hanya itu, HSBC juga memprediksi hal yang sama yakni poundsterling kemungkinan mencapai level terendah sepanjang masa US$ 1,0545 yang disentuh pada Maret 1985, melansir Reuters.com.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
from CNBC Indonesia https://ift.tt/2OP0lbv
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment