Tuesday, October 22, 2019

Analis: Perang Dagang AS-China Buang-buang Waktu

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Amerika Serikat (AS) telah menyia-nyiakan sebagian masa jabatannya selama hampir tiga tahun ini dalam perang dagang dengan China. Bahkan, sebelum sempat menyelesaikan perang dagang itu, AS sudah menggelar perang dagang lainnya dengan Eropa akibat masalah subsidi ilegal.

Padahal, AS seharusnya lebih berfokus untuk menyeimbangkan akun perdagangan dengan China, bukannya mencoba mengubah aturan. Demikian menurut Michael Ivanovitch, seorang analis independen yang berfokus pada ekonomi dunia, geopolitik dan strategi investasi.


"Pemerintah AS saat ini hanya dapat menyalahkan dirinya sendiri karena telah menyia-nyiakan masa jabatannya selama hampir tiga tahun tanpa menyeimbangkan akun perdagangan dengan China. Alih-alih berfokus pada mengubah arus perdagangan Amerika dengan China, Washington terlalu banyak menjangkau wilayah kekuasaan yang tidak bisa diterima Beijing." Tulisnya dalam sebuah laporan yang diposting di CNBC International, Senin (21/10/2019).

Dalam laporan itu, pria yang pernah menjabat sebagai ekonom senior di OECD Paris, ekonom internasional di Federal Reserve Bank New York, dan mengajar ekonomi di Columbia Business School itu, mengatakan bahwa dampak yang ditimbulkan dari perang dagang itu sendiri sudah cukup besar.

Oleh karenanya ia berharap hasil dari pembicaraan terakhir antara kedua ekonomi terbesar di dunia itu dapat mengakhiri perang tarif.

Seperti diketahui AS-China telah mengadakan pembicaraan di Washington pada awal bulan lalu. Kedua negara berhasil melahirkan kesepakatan 'fase satu'.

"Mudah-mudahan ... 'fase satu' dari perjanjian perdagangan dapat memberikan bantuan segera dan substansial untuk kerusakan yang saat ini ditimbulkan oleh surplus perdagangan China yang berlebihan pada pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja dan hasil manufaktur Amerika." Katanya.

Namun begitu, dalam tulisannya, Ivanovitch juga memuji AS. Ivanovitch menyebut pemerintahan Presiden Donald Trump layak mendapat pujian besar karena berusaha mengakhiri kerugian perdagangan yang sudah dialami Amerika selama puluhan tahun. Ia juga memandang China mulai mau mengubah kebijakannya yang 'merugikan' negara lain utamanya AS, setelah Trump menjatuhkan tarif.

"China, pada bagiannya, tampaknya menerima dan memahami bahwa perdagangan dengan AS telah berjalan terlalu jauh untuk mendukungnya menjadi adil dan berkelanjutan." Katanya. "Beijing, oleh karena itu, tampaknya siap untuk perubahan meskipun restrukturisasi yang cepat dan signifikan dari lokasi manufaktur dan pusat ekspor akan menyebabkan masalah jangka pendek yang cukup besar untuk penyesuaian perdagangan besar-besaran China."

Namun terhadap Eropa, Ivanovitch menilai Trump telah melangkah cukup jauh dalam hal perdagangan.

Trump telah melaporkan Uni Eropa kepada Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) karena negara itu memberikan subsidi ilegal pada perusahaan pesawat Airbus. Oleh karenanya Trump meminta WTO untuk mengijinkan AS menjatuhkan tarif impor pada Eropa, yang kemudian dikabulkan lembaga yang berbasis di Jenewa, Swiss tersebut.

Namun sayangnya langkah ini tidak cukup menyelesaikan perselisihan. Sekutu-sekutu Amerika di Eropa yang terdampak tarif, justru marah dengan putusan WTO. Mereka bahkan dikabarkan sudah bersiap untuk menerapkan tarif mereka sendiri atas barang-barang AS sebagai balasan.

Kejadian ini tentunya memperparah keadaan. Mengingat perang dagang AS-China saja sudah cukup membuat ekonomi kedua negara dan dunia melambat. Selain itu pasar saham juga menjadi sangat volatil.

"Salah satu pertengkaran keluarga yang biasa? Anda mungkin salah, jika itu yang Anda pikirkan." Kata Ivanovitch, mengenai perang dagang AS-Eropa.

Surplus perdagangan Eropa dengan AS dalam delapan bulan pertama tahun ini mencapai senilai US$ 146,7 miliar. Angka ini telah meningkat 11,3% dari periode yang sama tahun 2018.

[Gambas:Video CNBC]

(sef/sef)



from CNBC Indonesia https://ift.tt/2JdvhNl
via IFTTT
Share:

0 Comments:

Post a Comment