Sunday, October 20, 2019

Jokowi Siap Umumkan Kabinet, IHSG Akan Tancap Gas?

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia cenderung ditransaksikan menguat pada pekan kemarin. Sepanjang pekan kemarin, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melesat 1,41%, rupiah melemah 0,11% di pasar spot, dan imbal hasil (yield) obligasi terbitan pemerintah Indonesia tenor 10 tahun turun 11,8 bps.

Sebagai informasi, pergerakan yield obligasi berbanding terbalik dengan harganya. Ketika yield turun, berarti harga sedang naik. Sebaliknya, ketika yield naik, berarti harga sedang turun. 


Kemesraan AS-China di bidang perdagangan menjadi faktor utama yang melandasi aksi beli di pasar keuangan tanah air.
Seperti yang diketahui, pada pekan lalu kedua negara menggelar negosiasi dagang tingkat tinggi di Washington. Dalam negosiasi tingkat tinggi ini, delegasi China dipimpin oleh Wakil Perdana Menteri Liu He, sementara delegasi AS dikomandoi oleh Kepala Kepala Perwakilan Dagang Robert Lighthizer. Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin ikut berpartisipasi dalam delegasi yang dipimpin oleh Lighthizer.

Pasca negosiasi dagang tingkat tinggi selama dua hari tersebut, kedua negara menyetujui kesepakatan dagang tahap satu. Kesepakatan ini akan menjadi jawaban dari kritik AS terhadap China seputar praktik pencurian kekayaan intelektual.

 

Selain itu, permasalahan defisit neraca dagang AS dengan China juga akan dijawab melalui kesepakatan dagang tahap satu, seiring dengan dimasukannya komitmen China untuk membeli produk agrikultur asal AS senilai US$ 40 miliar hingga US$ 50 miliar. Sebagai gantinya, AS setuju untuk membatalkan pengenaan bea masuk baru bagi produk impor asal China yang sedianya akan dieksekusi pada pekan ini.

Memang, pelaku pasar sempat dibuat ragu bahwa AS dan China akan benar-benar menandatangani kesepakatan dagang tahap satu yang sudah disetujui secara lisan oleh keduanya dalam negosiasi tingkat tinggi di Washington pada pekan lalu.

Melansir CNBC International, seorang sumber menyebut bahwa China ingin bernegosiasi lebih lanjut dengan AS sebelum meneken kesepakatan dagang tahap satu antar kedua negara. Sumber tersebut kemudian menyebut bahwa Wakil Perdana Menteri China Liu He bisa dikirim ke Washington sebelum akhir bulan ini guna meluruskan poin-poin dalam kesepakatan dagang tahap satu yang masih mengganjal di hati pihak China.

Namun, Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin kemudian membawa angin segar dengan membantah pemberitaan tersebut. Dirinya membantah bahwa China belum setuju dengan isi dari kesepakatan dagang tahap satu antar kedua negara.

Mnuchin justru mengungkapkan bahwa negosiator dagang dari AS dan China kini tengah bekerja untuk memfinalisasikan teks kesepakatan dagang tahap satu untuk kemudian ditandatangani oleh Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping kala keduanya bertemu pada bulan depan dalam gelara KTT Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC).

Di sisi lain, kinerja pasar keuangan tanah air, terutama rupiah, dibebani oleh rilis data perdagangan international periode September 2019. Pada pekan kemarin, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa ekspor jatuh sebesar 5,74% secara tahunan (year-on-year) pada bulan lalu, sementara impor turun 2,41% YoY.

Penurunan ekspor lebih rendah ketimbang konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan ekspor akan jatuh hingga 6,1% secara tahunan. Sementara itu, kontraksi pada pos impor lebih baik karena konsensus memperkirakan kontraksinya akan mencapai 4,5%.

Namun begitu, neraca dagang pada bulan lalu membukukan defisit senilai US$ 160 juta, berbanding terbalik dengan konsensus yang memperkirakan adanya kehadiran surplus senilai US$ 104,2 juta.

Dengan adanya defisit neraca dagang yang mengejutkan tersebut, dikhawatirkan bahwa defisit transaksi berjalan/Current Account Deficit (CAD) masih akan bengkak pada kuartal-III 2019.

Untuk diketahui, pada kuartal I-2019 Bank Indonesia (BI) mencatat CAD berada di level 2,6% dari Produk Domestik Bruto (PDB), jauh lebih dalam ketimbang CAD pada kuartal I-2018 yang berada di level 2,01% dari PDB. Kemudian pada kuartal II-2019, CAD membengkak menjadi 3,04% dari PDB. CAD pada tiga bulan kedua tahun ini juga lebih dalam ketimbang capaian pada periode yang sama tahun lalu di level 3,01% dari PDB.

Ketika CAD tak juga bisa diredam, rupiah memang akan mendapatkan tekanan. Untuk diketahui, transaksi berjalan merupakan faktor penting dalam mendikte laju rupiah lantaran arus devisa yang mengalir dari pos ini cenderung lebih stabil, berbeda dengan pos transaksi finansial (komponen Neraca Pembayaran Indonesia/NPI lainnya) yang pergerakannya begitu fluktuatif karena berisikan aliran modal dari investasi portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money.


[Gambas:Video CNBC]

 

BERLANJUT KE HALAMAN 2 -> Walau Melemah di Hari Jumat, Wall Street Hijau Secara Mingguan

(ank/ank)

from CNBC Indonesia https://ift.tt/2BrWebR
via IFTTT
Share:

0 Comments:

Post a Comment