Monday, October 21, 2019

Trading Forex: Capai US$ 1,3, GBP/USD Bisa Naik Lagi?

Jakarta, CNBC Indonesia - Penguatan poundsterling melawan dolar Amerika Serikat (AS) atau GBP/USD terus berlanjut hingga mencapai level psikologis US$ 1,3 pada hari ini.

Poundsterling menjadi bullish atau dalam tren naik setelah menembus rerata pergerakan 200 hari (Moving Average/MA 200) yang ditunjukkan oleh garis berwarna biru, yang biasanya menjadi resisten kuat sehingga GBP/USD kini bergerak di atas MA 50, MA 100, dan MA 200 seperti yang terlihat pada grafik harian.

Trading Forex: Capai Level US$ 1,3, Sejauh Apa GBP/USD Bisa MGrafik: GBP/USD Harian
Sumber: MetaTrader 5

Kemudian indikator rerata pergerakan konvergen devergen (MACD) yang berada di wilayah positif, yang juga menggambarkan sentimen bullish. Momentum penguatan GBP/USD kini bertambah setelah berhasil menembus US$ 1,2835 yang merupakan Fibonacci Retracement level 61,8% yang ditarik dari titik tertinggi 13 Maret dan terendah 3 September 2019.

Sementara jika melihat grafik 1 jam, indikator Stochastic bergerak turun dari wilayah jenuh beli (overbought), yang dapat memicu koreksi harga. Level psikologis US$ 1,3 menjadi resisten (tahanan atas) yang cukup kuat, sehingga jika gagal menembus secara konsisten di atas level tersebut GBP/USD berpotensi terkoreksi turun.

Target penurunan dalam ke US$ 1,2960, jika dilewati GBP/USD berpeluang turun lagi ke US$ 1,29.

Trading Forex: Capai Level US$ 1,3, Sejauh Apa GBP/USD Bisa MGrafik: GBP/USD 1 Jam
Sumber: MetaTrader 5

Sementara jika berhasil kembali naik dan menembus secara konsisten di atas level psikologis, GBP/USD berpeluang naik ke US$ 1,3045 sampai US$ 1,3090.

Secara fundamental poundsterling sebenarnya sedikit mendapat tekanan setelah parlemen Inggris menolak melakukan voting proposal perceraian Inggris dengan Uni Eropa (Brexit) yang sudah dibuat oleh pemerintah Inggris.

Dengan deadline Brexit pada 31 Oktober nanti, banyak opsi-opsi yang bisa terjadi, mulai dari penundaan deadline, referendum kedua, bahkan tidak tertutup kemungkinan terjadinya hard Brexit alias keluarnya Inggris dari Uni Eropa tanpa kesepakatan apapun. Jika hard Brexit terjadi, Inggris diprediksi akan mengalami resesi, dan tentunya berpengaruh ke negara-negara Benua Biru lainnya.

Meski demikian beberapa bank investasi tetap optimis Parlemen Inggris akan menyetujui proposal tersebut, ataupun tidak akan terjadi hard Brexit. Sebagaimana dilaporkan CNBC International, analis Deutsche Bank mengatakan outlook Brexit masih konstruktif dan dia mempertahankan posisi beli (long) poundsterling.

Sementara itu mengutip Reuters, Goldman Sachs kini melihat peluang terjadinya hard Brexit hanya sebesar 5% dari sebelumnya 10% pada hari Minggu kemarin.

TIM RISET CNBC INDONESIA 

(pap/pap)



from CNBC Indonesia https://ift.tt/2oZzIo9
via IFTTT
Share:

0 Comments:

Post a Comment