Tuesday, October 8, 2019

Suhu Perang Dagang Meninggi, Wall Street Dibuka "Terbakar"

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham Amerika Serikat (AS) anjlok pada pembukaan perdagangan Selasa, setelah optimisme investor akan damai dagang jelang pertemuan antara AS-China kembali mengabur.

Indeks Dow Jones Industrial Average (Dow Jones) anjlok 254 poin (-1%) pada pukul 08:30 waktu setempat (20:30 WIB) dan kian parah menjadi 271,25 poin (-1,02%) 30 menit kemudian ke 26.206,77. Indeks Nasdaq turun 96,7 poin (-1,21%) ke 7.858,83 sementara indeks S&P 500 tertekan 35 poin (-1,2%) ke 2.902,64.

Saham-saham perbankan berguguran, dengan koreksi di atas 1% menimpa Citigroup, Bank of America dan J.P Morgan Chase. Saham Caterpillar dan Boeing juga anjlok lebih dari 1%. Saham blue chip di sektor teknologi juga memerah mulai dari Facebook, Amazon, Apple dan Alphabet.

Di pasar surat utang, imbal hasil (yield) SUN AS bertenor 10 tahun sempat menyentuh 1,52%.

Harian The South China Morning Post melaporkan China menurunkan ekspektasinya dalam pertemuan dengan AS pada 10 Oktober. Wakil Perdana Menteri China Liu He-yang akan menjadi ketua tim negosiator-tak memakai titel "utusan khusus," yang mengindikasikan bahwa dia tidak menerima instruksi khusus dari Presiden Xi Jinping.

Di sisi lain, AS masih merundung China jelang pertemuan tersebut, dengan menambah daftar perusahaan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) Tiongkok yang masuk dalam daftar hitam perdagangan dengan dalih pelanggaran atas hak azasi muslim di kawasan Xin Jiang.

Tidak hanya itu, Bloomberg melaporkan bahwa Gedung Putih berencana membatasi perusahaan dana pensiun (dapen) milik pemerintah dari menginvestasikan dananya untuk membeli saham di emiten China.

Negara Adidaya tersebut berencana menaikkan tarif terhadap produk impor dari China senilai US$ total $250 miliar, dari 25% menjadi 30% tepat pada tanggal 15 Oktober. Presiden AS Donald Trump mengatakan kenaikan itu berlaku jika tak ada kemajuan dalam negosiasi.

"Pembicaraan dagang antara AS-China menjadi perhatian paling utama pekan ini. Pasar mengekspektasikan sebentuk kesepakatan untuk tak mengenakan tarif baru," tutur pendiri The Sevens Report Tom Essaye, dalam laporan risetnya sebagaimana dikutip CNBC International.

Kedua negara dengan perekonomian terbesar dunia ini telah mengenakan tarif senilai miliaran dolar sejak 2018, yang memporakporandakan pasar saham dunia karena menekan pertumbuhan ekonomi dunia.

Dari sisi data ekonomi, harga produsen AS tercatat anjlok terparah dalam delapan bulan terakhir pada September, terseret pelemahan biaya barang dan jasa. Harga produsen merupakan indikator inflasi sehingga pelemahan tersebut berpotensi mendorong The Federal Reserve melonggarkan kebijakan moneternya.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags)

from CNBC Indonesia https://ift.tt/2LZvhT8
via IFTTT
Share:

0 Comments:

Post a Comment