Sri Mulyani mengatakan, kedatanganya ke PLB tersebut atas perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memastikan kebenaran soal informasi apakah klaim banjir impor tekstil dan produk tekstil (TPT) melalui PLB yang dikeluhkan pengusaha tekstil.
"Jadi pak Presiden meminta saya karena saya memang tadinya sudah berencana untuk melihat ke PLB secara lapangan, terutama dikaitkan dengan kerja sama antara pajak, bea cukai, dan irjen di dalam rangka untuk meningkatkan kewaspadaan kita terhadap berbagai macam upaya penyelundupan sehingga kita ingin langsung melihat di lapangan," ujarnya di PLB Sunter, Jumat (4/10/2019).
Ia melanjutkan, kedatanganya untuk melihat secara langsung bagaimana manajemen dari barang-barang yang diimpor yang ada di PLB. Barang-barang yang dilihat lebih fokus pada produk tekstil.
"Dengan mengunjungi ini tentu kita berharap untuk bisa memahami bagaimana operasi dari PLB ini dan dimana dimungkinkan terjadi titik kerawanan. Dimana PLB menjadi tempat untuk masuknya barang-barang tadi yang ilegal ataukah barang-barang yang melebihi," jelasnya.
Menurutnya, soal dugaan banjir impor tekstil karena adanya PLB, berdasarkan hasil temuan di lapangan, hasilnya jauh dari dugaan. Pasalnya, dari jumlah impor barang TPT melalui PLB kontribusinya sangat kecil yakni hanya 4,1% dari total impor nasional pada tahun 2019 yang termasuk impor umum, impor kawasan berikat, dan impor dari PLB.
Namun, yang harus diperbaiki adalah kategorisasi produk TPT yang ada dalam Permendag Nomor 64 tahun 2017. Dalam Permendag 64 ini ada dua kategori produk TPT yaitu kelompok A yang barangnya sudah diproduksi di dalam negeri dan kelompok B adalah barang yang belum bisa di produksi di dalam negeri.
Dari kategori ini, banyak barang yang belum diklasifikasi ulang. Pasalnya, ditemukan ada barang yang bisa di produksi dalam negeri tapi belum masuk ke kategori A. Sehingga menyebabkan banjir impor dalam kasus tekstil.
Sala satunya, lonjakan impor TPT untuk barang kode HS 5804, 5808, 5810, 5801 yang merupakan kain embroidery, renda, net dan lace. Barang tersebut masuk kelompok B, padahal sudah diproduksi oleh perusahaan dalam negeri.
"Itu yang dulu Kelompok B bakal dimasukkan ke Kelompok A jadi mereka tidak bebas, yang tadinya masuk dalam Kelompok B akan di-update melalui revisi Permendag," ujar Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi.
Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 64 Tahun 2017 tentang Ketentuan Impor Tekstil dan Produk Tekstil, mengatur soal TPT hanya dapat diimpor oleh perusahaan yang memiliki API-P (produsen) dan perusahaan yang memiliki API-U (pedagang). Selain itu, perusahaan pemilik API-U dapat diperdagangkan atau dipindahtangankan kepada pihak lain.
Sebelumnya Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto mengakui ada impor berlebih pada produk tekstil dan produk tekstil (TPT). Dampaknya memukul produsen dalam negeri, hingga ada aksi merumahkan pekerja hingga PHK, seperti yang terjadi di industri TPT Bandung, Jawa Barat. Salah satu pintu masuk atau akar masalahnya ada pada PLB.
"Tentu kita melihat ada impor yang berlebihan. Kita akan review lagi karena sekarang ada importir umum melalui PLB (Pusat Logistik Berikat). Kita mau dorong para produsen tidak terganggu. Apalagi perang dagang China-AS dan devaluasi China sehingga produk dari China akan kompetitif," kata Airlangga di kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta, Selasa (14/8/2019). (hoi/hoi)
from CNBC Indonesia https://ift.tt/2oSlxka
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment