Meskipun terkoreksi, hingga kemarin nilai kepemilikan investor asing justru kembali mencetak rekor tertinggi sepanjang masa yang menandai masih derasnya dana investor asing yang masuk ke pasar obligasi rupiah pemerintah yang mengiringi naiknya jumlah obligasi beredar.
Data Refinitiv menunjukkan terkoreksinya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menaikkan tingkat imbal hasilnya (yield).Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya. Yield yang menjadi acuan hasil investasi yang didapat investor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum. Keempat seri yang menjadi acuan pasar adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.Seri acuan yang paling melemah adalah FR0077 yang bertenor 5 tahun dengan kenaikan yield 0,9 basis poin (bps) menjadi 6,69%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Yield Obligasi Negara Acuan 11 Okt'19
Seri |
Jatuh tempo |
Yield 10 Okt'19 (%) |
Yield 11 Okt'19 (%) |
Selisih (basis poin) |
Yield wajar IBPA 10 Okt'19 (%) |
FR0077 |
5 tahun |
6.684 |
6.693 |
0.90 |
6.6688 |
FR0078 |
10 tahun |
7.282 |
7.282 |
0.00 |
7.2646 |
FR0068 |
15 tahun |
7.707 |
7.706 |
-0.10 |
7.6924 |
FR0079 |
20 tahun |
7.883 |
7.882 |
-0.10 |
7.8716 |
Sumber: Refinitiv
Pelemahan SBN hari ini juga membuat selisih (spread) yield obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan yield surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 561 bps, menyempit dari posisi kemarin 562 bps. Yield US Treasury 10 tahun naik 1,4 bps hingga 1,67% dari posisi kemarin 1,65%.
Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi pada yield pasangan seri 3 bulan-5 tahun, 2 tahun-5 tahun, 3 tahun-5 tahun, dan 3 bulan-10 tahun, yang lumrah terjadi sejak perang dagang China-AS memanas pada April lalu.
Saat ini pelaku pasar global lebih menantikan inversi yang terjadi pada yield tenor 2 tahun-10 tahun yang mulai mereda, karena menjadi indikator yang lebih menegaskan kembali bahwa potensi resesi AS semakin dekat dibanding inversi tenor lain. Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Yield US Treasury Acuan 11 Okt'19
Seri |
Benchmark |
Yield 10 Okt'19 (%) |
Yield 11 Okt'19 (%) |
Selisih (Inversi) |
Satuan Inversi |
UST BILL 2019 |
3 Bulan |
1.687 |
1.69 |
3 bulan-5 tahun |
20.1 |
UST 2020 |
2 Tahun |
1.53 |
1.549 |
2 tahun-5 tahun |
6 |
UST 2021 |
3 Tahun |
1.493 |
1.506 |
3 tahun-5 tahun |
1.7 |
UST 2023 |
5 Tahun |
1.477 |
1.489 |
3 bulan-10 tahun |
2 |
UST 2028 |
10 Tahun |
1.656 |
1.67 |
2 tahun-10 tahun |
-12.1 |
Sumber: Refinitiv
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 1.033 triliun SBN, atau 38,46% dari total beredar Rp 2.687 triliun berdasarkan data kemarin, 10 Oktober.
Nilai kepemilikan tersebut kembali memecahkan rekor tertinggi sepanjang masa dan menyalip rekor nilai kepemilikan asing sebelumnya yaitu pada 9 Oktober.
Angka kepemilikannya masih positif Rp 140,57 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama. Sejak akhir pekan lalu, investor asing tercatat masuk ke pasar SUN senilai Rp 3,04 triliun dan sejak awal bulan sudah surplus Rp 4,43 triliun.
Dari pasar surat utang negara berkembang dan maju, pasar keuangan terkoreksi secara luas sehingga yield mayoritas obligasi negara naik.
Hal tersebut mencerminkan investor global sedang menghindari obligasi pemerintah karena sedang dibekap sentimen positif dan lebih memilih instrumen saham serta produk investasi lebih berisiko lain terkait dengan sifat instrumen utang yang dinilai lebih aman dibanding pasar ekuitas.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang
Negara |
Yield 10 Okt'19 (%) |
Yield 11 Okt'19 (%) |
Selisih (basis poin) |
Brasil |
6.92 |
6.83 |
-9.00 |
China |
3.141 |
3.169 |
2.80 |
Jerman |
-0.489 |
-0.475 |
1.40 |
Prancis |
-0.199 |
-0.18 |
1.90 |
Inggris |
0.583 |
0.597 |
1.40 |
India |
6.679 |
6.703 |
2.40 |
Jepang |
-0.208 |
-0.183 |
2.50 |
Malaysia |
3.402 |
3.403 |
0.10 |
Filipina |
4.669 |
4.682 |
1.30 |
Rusia |
6.82 |
6.72 |
-10.00 |
Singapura |
1.656 |
1.689 |
3.30 |
Thailand |
1.515 |
1.545 |
3.00 |
Amerika Serikat |
1.656 |
1.67 |
1.40 |
Afrika Selatan |
8.225 |
8.22 |
-0.50 |
Sumber: Refinitiv
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/hps)from CNBC Indonesia https://ift.tt/317AZGy
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment