Friday, October 11, 2019

Diserbu Impor, Pengusaha Baja RI Minta Jokowi Seperti Trump

Jakarta, CNBC Indonesia - Industri baja nasional mengalami tekanan akibat maraknya peredaran baja impor di Indonesia. Pemerintah dinilai perlu mengomptimalkan langkah proteksionisme.

Ketua Umum The Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA) Silmy Karim mengatakan proteksionisme saat ini menjadi tren di belahan dunia. Perang dagang AS-China, contohnya di mana Presiden Trump mati-matian melindungi komoditas dalam negerinya.


Di sisi lain, bentuk proteksi dapat dilakukan melalui penerapan Non-Tariff Measures (NTM). Silmy mengatakan Indonesia juga harus menerapkan cara-cara yang bisa melindungi industri dalam negeri.

"Ini tidak sekadar wacana, harus [diterapkan] atau terlambat atau pertumbuhan industri semakin turun," kata Silmy di sela FGD NTM di menara Kadin, Jakarta, Kamis (10/10/2019).

NTM merupakan tindakan di luar tarif yang bertujuan untuk menjaga kinerja industri dengan mengendalikan impor yang terlihat pada pelbagai regulasi atau kebijakan.

Sebenarnya, pemerintah mempunyai sejumlah regulasi untuk memperketat masuk produk impor baja, seperti Permenperin 1/2019 tentang Pertimbangan Teknis Impor Besi atau Baja, Baja Paduan, dan Produk Turunannya. Namun implementasinya perlu lebih dioptimalkan.

Instrumen lain yang perlu didorong adalah Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) atau melalui mekanisme trade remedies (anti-dumping, anti-subsidi, dan safeguard). Meski demikian trade remedies cukup sensitif diterapkan sebab berpotensi untuk digugat oleh negara lain di WTO.

"Ini momentum ketika semakin turun, kalah bersaing, maka industri kita semakin sulit untuk mengejar. Teknologi bergerak cepat, market bergerak cepat, ketika suatu industri tidak bisa merespon perkembangan industri yang ada di luar negeri, ya, sudah kita ketinggalan sehingga ini bukan sekadar wacana bahwa industri dalam negeri harus dilindungi lewat instrumen yang lazim digunakan," kata Silmy.

Dalam paparannya di hadapan para pengusaha yang hadir dalam FGD, Silmy menunjukan bahwa utilisasi kapasitas industri baja nasional 2018 masih relatif rendah di kisaran 35-66% akibat derasnya produk impor.

Yang paling tertekan adalah produsen baja lapis nasional. Menurut data BPS 2018, impor baja lapis sampai Juli 2019 tercatat sebesar 864 ribu ton, yang mana pada bulan Juli 2019 terjadi peningkatan importasi yang signifikan sebesar 125 ribu ton, mayoritas berasal dari Vietnam sebesar 18 ribu ton.

(gus)

from CNBC Indonesia https://ift.tt/2B1baO3
via IFTTT
Share:

0 Comments:

Post a Comment