Perubahan tren konsumsi masyarakat diyakini memengaruhi keputusan Pepsi keluar dari Indonesia. Ketua Komite Tetap Industri Pengolahan Makanan dan Protein Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Thomas Darmawan, mengatakan, Pepsi saat ini tengah dihadapkan pada peningkatan tren konsumsi produk teh dan kopi.
"Anda lihat di pasar itu tren teh kemasan, kedua kopi yang coffee shop. Jadi anak-anak muda di mana-mana ada di Starbucks," kata Thomas kepada CNBC Indonesia, Jumat (4/10/2019).
Di sisi lain, Thomas menilai menurunnya minat konsumsi minuman berkarbonasi muncul akibat kesadaran masyarakat untuk pola hidup sehat. Dalam hal ini, jus buah dalam kemasan menjadi pilihan. Begitu pun tren mengonsumsi air minum dengan rasa juga meningkat.
"Soft drink seperti Pepsi, Coca-Cola, pertumbuhannya tetap ada, tapi tidak secepat yang empat tadi. Itu mungkin karena orang tahu minum minuman berkarbonasi ada risiko kesehatan karena gulanya tinggi," jelas Thomas.
Sementara itu, Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Abdul Rochim menegaskan hengkangnya Pepsi dari Indonesia bukan karena iklim bisnis di Indonesia sedang tidak kondusif, melainkan murni persoalan bisnis.
"Pepsi keluar dari Indonesia lebih terkait kerja sama dengan mitra Pepsi berupa pemutusan kontrak bisnis. Jadi dipastikan keluarnya Pepsi Cola bukan karena iklim bisnis di dalam negeri yang tidak kondusif," tegas Abdul dikutip dari detikcom, Kamis (3/10/2019).
Saat ini memang ada penurunan penjualan minuman NARTD di pasar tradisional, tapi penjualan minuman NARTD di pasar modern tetap meningkat.
"Khusus untuk pertumbuhan NARTD di Indonesia memang menurun tidak terlalu besar (per Agustus 2019 sebesar -0.7%) dikarenakan penurunan penjualan di pasar tradisional. Sedangkan, untuk retail dan pasar modern justru mengalami peningkatan," terangnya. (hoi/hoi)
from CNBC Indonesia https://ift.tt/2OjO8K0
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment