Saturday, October 19, 2019

Dubes RI: Tak Ada Salahnya Kita Belajar dari Vietnam

Jakarta, CNBC Indonesia - Duta Besar Indonesia untuk Vietnam Ibnu Hadi mengatakan tak ada salahnya Indonesia belajar dari Vietnam terkait dengan hal-hal yang dapat meningkatkan investasi di dalam negeri. 

Menurut Ibnu, Indonesia bisa menyerap kebijakan-kebijakan tertentu yang diterapkan oleh pemerintah negara tersebut dalam hal investasi. Jika tidak, maka Indonesia akan semakin ketinggalan dari negara ini.

"Saya rasa tidak ada salahnya kita belajar dari Vietnam. Saya tidak bicara untuk semua kebijakan tapi dalam kebijakan tertentu saja," kata Ibnu saat berbincang dengan CNBC Indonesia TV dikutip Sabtu (19/10)

Namun demikian, Indonesia harus tetap bisa memilah kebijakan mana dan seperti apa yang sesuai dengan falsafah. Sehingga tak perlu untuk menelan mentah-mentah apa yang dilakukan Vietnam.

"Memang harus dilihat satu per satu tapi kalau demi kemajuan ekonomi ya why not, there is a best practice in Vietnam why don't you follow the best practice kalau itu contoh yang baik," tegasnya.

Hal ini bisa dimulai dari beberapa sektor yang dinilai sudah ketinggalan dari negara tersebut. Dia mencontohkan, Indonesia sudah ketinggalan dari sisi perikanan, komoditas kopi, lada dan kayu. Vietnam dinilai juga sudah mulai menyusul dari sisi komoditas karet.

"Saya rasa kebijakannya harus dipelajari ya kenapa bisa demikian. Luasnya hanya sepulau Sumatera kenapa kita kalah. Kalau masalah manufacturing tergantung sektor yang mana, otomotif kita masih menang daripada mereka," tegasnya.

Indonesia juga perlu meniru Vietnam yang sangat agresif dalam bekerja sama dalam hal perdagangan bebas dengan negara maju. Sudah banyak negara yang melakukan perjanjian perdagangan bebas (free trade agreement/FDI) dengan Vietnam untuk mendorong ekspor negara ini.

Ibnu mengakui bahwa dalam FTA Indonesia masih jauh ketinggalan dari Vietnam. Perjanjian dagang ini dinilai sangat menguntungkan bagi Vietnam lantaran menjadi jalan untuk membuka pasar luar negeri bagi negara ini.

"Misalnya kebijakan perdagangan luar negeri. Vietnam memang lebih agresif melakukan FTA. Jadi FTA itu salah satu tujuan utama dalam membuka pasar luar negeri bagi Vietnam," kata Ibnu.

Dia mencontohkan, negara dimana dirinya ditugaskan ini memiliki perjanjian dagang dengan pasar besar seperti Uni Eropa dan negara-negara pasifik melalui Kemitraan Trans-Pasifik (Trans-Pacific Partnership/TPP).

Perjanjian dagang yang dibuat oleh Vietnam dengan negara mitra ini dilakukan secara simultan tanpa harus saling menunggu. Berbeda dengan Indonesia yang justru melakukannya secara bertahap.

"Sementara kita [Indonesia] kalau saya lihat gradual dengan Pakistan, Eropa Tengah. Jadi kita bandingkan, kalau mereka kan langsung go big ya ," imbuhnya.

Sehingga tak segan Ibnu menyarankan agar Indonesia juga ikut agresif mencari rekanan seperti Vietnam yang dapat memberikan manfaat. Langkah tersebut bisa dimulai dengan memperkuat tim negosiator.

"Simultaneous berarti kita langsung negosiasi dengan Uni Eropa yang nampaknya sekarang sedang berjalan, mungkin kita juga negosiasi dengan TPP kalau memang kita pandang TPP itu bermanfaat ... Jadi simultaneous instead of one by one," tegasnya.


(hoi/hoi)

from CNBC Indonesia https://ift.tt/33LlHJA
via IFTTT
Share:

0 Comments:

Post a Comment